Contact Us

Banner 468 x 60px

 

Kusesali

1 komentar
         Seandainya waktu bisa diputar kembali.  Aku akan memilih untuk tidak pernah mengenalmu sedikit pun. Seandainya aku bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan bersamaan dengan kau pun ada di bumi ini. Mungkin kalau bisa memilih, aku mau lahir ribuan tahun sebelum kamu ada, atau bahkan jutaan tahun setelah kamu lenyap ditelan tanah yang basah penuh cacing dan kalajengking! 

      Aku marah! Marah... marah dan benci sekali padamu! Jangan pernah kau tanyakan apa salahmu, aku muak mendengarnya! Aku tidak pernah menyangka, kebaikan... dan kebaikan yang kau berikan padaku, ternyata sama sekali tidak disertai ketulusan sedikit pun. Aku benci padamu, hai mantan sahabat! Aku tidak pernah menyesal menyebutmu mantan sahabat. Karena benar bagiku, kau memang hanya mantan sahabat, yang sangat kusesali aku pernah bersahabat denganmu. 

           Luka dihatiku, keperihan jiwaku karena kata-katamu, telah melumat habis semua rasa yang pernah kumiliki terhadapmu. Barisan kata-katamu yang sering kau ungkapkan padaku, hanyalah semakin menambah kebencianku padamu. Betapa tidak, betapa aku tidak marah, betapa aku tidak benci, betapa aku tidak muak padamu. Segalanya yang pernah kau beri padaku atas nama persahabatan, persaudaraan dan rentetan kata-kata basi yang saat ini, ingin kulemparkan ke wajahmu! tanpa kuduga sama sekali, betapa kau tega menggembar-gemborkan itu pada sahabatku juga. Apakah kamu pikir, kamu sudah memberikan aku sebongkah emas dan sekarung uang!? Sehingga begitu tega kau mengumbar pemberianmu itu pada temanku?!

        Munafik...! Kau sahabat yang tidak punya rasa sama sekali.
Ataukah mungkin kau bukan manusia yang punya hati dan perasaan! Apakah kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, Kalau yang kamu lakukan itu menyakiti dan mengoyak perasaan dan harga diriku. Apakah kamu pikir pemberian-pemberian mu itu mampu membeli harga diri dan Perasaanku!? Lalu kemudian kamu pura-pura bertanya "Apa salahku? Tolong jelaskan".

       Huhhh.... kata-katamu membuatku semakin muak. Dan semakin membuat aku lebih... lebih... lebih... lagi dan lagi... membencimu, sampai ke tulang sum-sum dan ke butiran-butiran darah merahku. Aku membencimu! Membencimu... membencimu... aku sangat menyesal pernah mengenalmu dalam hidupku! Pergi... pergilah kau dari kehidupanku pergilah jauhhh... jangan pernah menghubungi aku, jangan pernah muncul di hadapanku, apapun alasannya! 

       Sudah cukup bagiku penghinaan yang kau berikan. Mungkin di matamu, aku tak buahnya pengemis jalanan yang penuh kudis dan kurap, yang badannya bau, yang bajunya penuh tambalan dan kumal. Pengemis jalanan yang mengemis-ngemis pemberianmu... yang rela bersimpuh di kakimu demi sekedar bisa makan. Jangan... jangan pernah berharap ada maaf untuk apa yang sudah kau lakukan padaku. Carilah maaf di belahan dunia yang lain, dimana kau dan aku tidak lagi saling kenal. Mungkin itu lebih baik untukk dan mungkin juga untukmu. Supaya kau tidak lagi punya kesempatan untuk menghinaku, di depan sahabatku. 

        " Orang yang tulus menyayangi tidak akan pernah mampu menyakiti, karena orang yang menyakiti, tidak mempunyai kasih sayang yang tulus. Maafkan saya jika sudah menyakiti hati orang yang saya sayangi, meskipun saya tidak tahu, apa kesalahan saya yang membuat orang tersakiti"

           Itu adalah kata-kata yang kau tulis untukku. Huhhh... Munafik! Simpan saja kata-kata palsumu itu. Tidak ada gunanya untukku. Kata-kata mu, permohonan maafmu, wajahmu yang memelas... sedikit pun tidak akan bisa mengobati luka jiwaku yang terus-terusan mengucurkan darah. Darah penyesalan, karena telah pernah mengenalmu dalam hidupku. Pergi... pergilah jauh... simpan saja semua basa-basimu itu. Lupakan saja... lupakan semuanya... karena bagiku, kita tidak pernah saling kenal. Mengenalmu, adalah kesalahan terbesar yang kusesali sepanjang hidupku. 


Gorontalo mendung, 2013

Read more...

RAMBUT

0 komentar
    Diantara deraian gerimis bulan Juli, dia melangkah menerobos butiran-butiran air yang membasuh wajah, rambut, tubuhnya, dan membasahi seluruh kota Gorontalo. Aku terpaku diam di depan jendela. Ku tatap sosoknya tanpa kedip. Hari ini aku harus melupakannya, melupakan dia entah berapa lama, entah sampai kapan, ataukah selamanya, aku tidak tahu. Aku tidak akan menyesali pertengkaran ku dengan dia, pertengkaran untuk yang kesekian kalinya, gara-gara rambut. Ya, rambut!! 

            Pasti kamu heran, hanya gara-gara rambut, kok sampe perang. Kok cuman karena rambut, sampe pisah. Hmmm......... mungkin bagi kamu itu hal yang lucu dan amat tidak masuk akal, bahkan ini merupakan hal yang sepele saja, tapi tidak bagiku!! Tidak bagi Ocha!! 

        Sudah berulang kali aku katakan padanya, aku suka rambutnya yang gondrong, aut-autan, dan sedikit tidak teratur. Mungkin aku aneh, ajaib atau bahkan jorok sekalipun. Aku tidak perduli, karena itulah aku, Ocha, yang pacarnya dia! Dia harus care akan keinginanku, dan bukan menuruti kata-kata orang lain. Karena yang pacarnya itu aku! Yang dua tahun ini bersamanya membagi duka atau suka, aku! Bukan mereka! Tapi mengapa dia lebih perduli pada orang lain, dan mengabaikan aku?! Huhhh.... tak sudi aku digituin sama dia, mending bubar!!! 

               Ahhh, segitu mudahnya kasih sayang dan cinta berlalu dari hatiku dan hatinya? Dua bening kristal berguling di pipiku, ada yang hilang di hati ini, di jiwaku... dadaku terasa sesak.... aku ingin berlari mengejarnya, menerobos hujan yang semakin menggila. Ohhhh.... tapi tidak! Biar hati ini berguncang sakit, biar jiwa ini merintih, biarlah... aku tidak akan mengejarnya! Toh dia tidak mau tahu keinginanku. Rambutnya itu biarkan begitu, biarkan gondrong dan aut-autan, demi aku! Bagiku dia begitu mempesona seperti itu! Bikin aku tergila-gila padanya. Mungkin aku sinting! Tidak apa-apa, karena itulah aku, Ocha! 

          Butiran hujan yang berkejaran menyentuh bumi, membuat anganku hanyut kedua tahun yang lalu.

           Di sore yang mendung, aku melihat dia di perpus kota. Sepertinya dia lagi sibuk mencari-cari sesuatu di rak buku, dan aku barusan masuk, untuk mengembalikan buku yang dua hari lalu kupinjam. Aku menduga, mungkin dia membutuhkan buku yang ada di tanganku ini. Ahh kasian, aku harus segera mengembalikan buku ini. Dan benar dugaanku, begitu buku itu kuulurkan padanya, dia langsung menerimanya dengan gembira sambil tersenyum. Duh senyumnya... membuat aku melayang ke langit ketujuh. Saat itu juga kutatap wajahnya, matanya, dan semua yang ada padanya. Satu yang sangat kukagumi... rambut gondrongnya yang aut-autan itu. Ini yang kurasa paling menarik di dirinya, walau mungkin orang lain memilih hidungnya, atau matanya, atau postur tubuhnya... dan barangkali menyayangkan rambutnya, namun aku tidak! Bagiku hanya rambut gondrongnya yang aut-autan itu yang menarik. 

            Itulah awal hubunganku dengan dia, yang mungkin tidak akan berakhir, kalau tidak karena rambutnya yang telah dipotong pendek, seperti serdadu kala perang. Hiiiiihhhhh........ cinta dan kekagumanmu menguap entah kemana. Aku bahkan tidak sudi, walau untuk membayangkan wajahnya saja. Tidak! Dia jadi orang asing bagiku. Aku amat tersinggung dengan alasan, rambutnya yang terpaksa dibabat habis karena katanya di keluarganya tidak ada yang punya model seperti dia. Dan seisi rumahnya mengecam dia. Huhhhh... kampungan! kekanak-kanakan! Aku tidak terima! Kalau begitu mending dia pacaran saja dengan orang rumahnya, tantenya kek atau babunya sekalian, jangan denganku! Sudah susah payah aku meyakinkan seisi rumahku, utamanya ibuku yang sangat cerewet, kalau dialah satu-satunya pilihanku, yang kupercaya bisa mendampingi hidupku nanti. Bukan Solehudin, calon yang disodorkan Bapak, Firman calonnya tanteku, atau bukan Gifar yang disodorkan Sahabatku, Dian. Tapi ternyata... Huh kampungan! Kenapa dulu dia mau mendengarkan aku memuji rambutnya, bahkan membiarkan aku memilin-milinnya, dikala lagi berdua. 

           Ahhh, biar saja... biar dia pergi. Lebih baik begitu. Aku akan mencari yang lain, yang mau tahu tentang aku dan keinginanku. Yang tidak mau seenaknya diatur-atur keluarganya, yang tidak kampungan, yang punya prinsip...dan yang hanya bisa seijinku, mengutak-atik rambutnya. Yang... yang tidak seperti dia! 


Gorontalo, Selebes FM, 20 Juli 1996
10:20 WITA


Read more...

Malam Jahannam

0 komentar
       Aku tidak tahu, tuhan itu ada dimana waktu aku tidak berdaya dalam kebuasan dan kebrutalan laki-laki biadab itu. Aku tidak tahu, kenapa Tuhan membiarkan kejadian menjijikkan itu terjadi padaku. Kenapa Tuhan tidak mau menolongku disaat aku tidak berdaya melawan kebrutalan laki-laki terkutuk itu. Ya... laki-laki terkutuk...jahannam... bejat... laki-laki binatang... laki-laki bejat sedunia akhirat... laki-laki yang selama ini kupanggil ia dengan sebutan Ayah....

          A...Y...A...H... Aku tidak tahu, masih pantaskah laki-laki jalang itu Kusebut Ayah? Setelah kejadian di tengah malam saat hujan deras itu?

            Aku tidak tahu, raja iblis mana yang telah merasuki diri laki-laki separuh baya yang sebagian rambutnya sudah memutih ditelan masa itu. Ya, aku tahu, betapa sulit lahir dan batinku mengingat kejadian itu. Saat-saat yang tidak ingin aku kenang, namun selalu menghantui hari-hariku, bahkan Setelah aku pergi meninggalkan kampungku.

            "Nina... anak-anak mu sudah pada datang. Dengar! Suara mereka sangat ramai"

           "Oya bu... sebentar lagi aku akan kesana"
Dengan segera kubuang jauh-jauh lamunan yang mengiris-ngiris batinku yang paling dalam.

           Sudah sepuluh tahun kejadian pahit itu kualami. Namun rasa perih di hatiku, masih belum juga hilang. Padahal aku sudah pergi jauh dari kampung, untuk bisa melupakannya. Melupakan kejadian itu. Namun pelarianku sia-sia adanya.

            "Mbak Nina... Mbak Nina.. ayo kita bermain"
            "Mbak Nina... ajarin Tati menggambar mbak"
            "Aku duluan"
            "Aku yang duluan"
            "Ah... tidak bisa... aku duluan"
            "Aku duluan sampe disini"
      
          Alhamdulillah rasa perih di hatiku, perlahan menghilang, dengan teriakan anak-anak yang di titipkan orang tua mereka padaku.

             "Ya... ya... semua pasti akan mbak Nina temani. Asalkan semuanya berbaris rapi dulu di tamannya. Ayo kita ke taman.
               "Hore... Asyiik"

           Jumlah kesibukan yang kujalani hampir dua tahun ini. Aku memang melakoni profesi sebagai penjaga anak-anak di Tempat Penitipan Anak yang ku kelola berdua dengan bibiku. Bibiku yang cantik, sabar dan cerdas, namun tidak punya keinginan untuk menikah. Setiap ada Laki-laki yang mendekatinya, dia tolak dengan halus. Bibiku yang pernah mengalami sakitnya dikhianati oleh mahluk yang bernama laki-laki. 

          Hmmmh, laki-laki. Pacar bibiku laki-laki, sama seperti ayah. Dan dua laki-laki ini, nyatanya sama juga dengan kakekku, yang sangat hobi menikah. Laki-laki juga yang membuat nenekku merana, dan membesarkan ibuku sendirian dengan menjadi buruh cuci di rumah tetangga.

            Kehidupanku diliputi kegetiran. Ibuku yang malang, punya ayah yang hobinya kawin. Setelah menikah, mendapat suami bejat, yang kupanggil ayah. Yang membuat aku sampe terlahir ke dunia fana yang merupakan surganya orang-orang kafir dan penjara bagi orang-orangan mukmin.

               Aku tidak tahu, apakah ibu dari ayah menikah karena cinta, ataukah mereka terpaksa harus menikah, karena sudah terlanjur ada aku di perut ibu?

                 Ataukah aku lahir ke dunia ini akibat kelalaian mereka? Kehilangan mereka? Lalu kira-kira dimanakah mereka memproduksi aku? Di tepian sungai, di bawah timbunan pohon jambu? Atau di kebun jagung belakang rumah nenek?

          Nina yang malang... yang lahir karena hasutan iblis kepada sepasang anak manusia. Kasihan kamu Nina

                 "Mbak Nina... Denny mengambil bola aku..."
            "Bohong mbak Nina... Denny gak ngambil kok. Denny minjam, masa minjam gak boleh... Abi pelit... Abi Manyu pelit... Orang pelit disayang setan"

         Capek sekali hari ini, karena Si bandel Denny, sudah masuk lagi ke penitipan anak-anak di tempatku, setelah hampir dua minggu, ayahnya membawa dia ke tempat kerja ayahnya di Kalimantan. Denny... Ya... Denny... anak 3 tahun yang bandelnya minta ampun. Denny yang selalu menggangu anak-anak lainnya. Denny yang sebenarnya cerdas... namun kurang perhatian. Denny yang ibunya meninggal dua tahun silam. Denny yang butuh pelukan hangat seorang ibu.

         Tapi kenapa ayahnya tidak mencari pengganti ibunya Denny ya? Padahal bapak Susanto ayahnya Denny, sosok laki-laki yang ganteng dan cukup ramah, untuk ukuran laki-laki mapan dalam ekonomi, dia cukup baik. Tidak seperti laki-laki mapan lainnya, yang sok jaga imej. Ataukah mungkin dia belum bisa menghilangkan cintanya kepada ibunya Denny Almarhummah? 

           "Nina... Nin... pasti kamu belum tidur kan? Ayo kita duduk di teras, kita lihat bulan... bulannya cantik sekali. Ayo Nin..."

           Kasihan bibi... dia pasti kesepian... kenapa wanita selalu jadi objek penderitaan bagi bangsa laki-laki?

        Tidakkah para lelaki ini tahu, bahwa Rasulullah SAW sangat memuliakan wanita? Bukankah wanita itu adalah tiang negara? Kalau wanitanya hancur, maka hancurlah pula suatu negara?

         Tapi mengapa ini hanya selesai di sekedar slogan belaka? Bukankah nenekku adalah wanita? Ibuku juga wanita, bibiku wanita? Bahkan akupun wanita, dan kami ini, semua adalah korban kebiadaban para lelaki berhati iblis?

         Dan bahkan di luar sana, banyak sekali para wanita yang diperjual-belikan demi pemuas nafsu hewani para lelaki bejat, layaknya barang rongsokan? Wanita-wanita yang jadi tulang punggung keluarganya, merantau sampe ke luar negeri demi keluarganya, namun justru mendapatkan perlakuan yang sangat memilukan. Dipukuli, diperkosa majikan (yang adalah laki-laki juga) Dituduh mencuri, tidak digaji, dikurung, disiksa, bahkan perkosaan yang dilakukan oleh orang-orang yang menyandang predikat guru, pendidik kepada murid-muridnya, ayah kepada anak-anaknya, paman kepada ponakannya, kakak kepada adiknya.

          "Nina... ayolah Nin... sinar bulannya indah sekali.... sayang kalo kamu, tidak keluar kamar. Ayolah Nina..."

            Dan jadilah aku bersama Bibi menikmati bulan. Bulan dengan sinarnya yang indah, namun cahaya bulan... yang sebagian menyorot ke wajah bibi, seolah tersipu malu, karena nyatanya wajah bibiku lebih cantik dari cahaya bulan. Bibiku yang cantik, bibiku yang seorang wanita, yang pernah patah hati, karena ulah laki-laki. Laki-laki seperti kakek, seperti ayah.... hhh... ayah... masih pantas kau laki-laki bejat itu kupanggil ayah?

             Malam ini seperti... masih seperti malam-malam yang lalu, aku masih susah tidur, terbayang terus kejadian tengah malam di saat hujan seakan tercurah dari langit. Disaat ibuku tidak bisa pulang dari rumah nenek, karena sungai yang membatasi sua desa di kampungku meluap. Sehingga itu harus nginap di rumah nenek. Hingga terjadilah kejadian terkutuk itu. Hubungan yang harusnya terlarang terjadi juga. Laki-laki bejat yang darahnya mengalir di tubuhku, merenggut kesucianku, disaat usiaku dua belas tahun. Aku bahkan baru haid satu kali. Saaaakkkit. Sakit sekali hati ini rasanya. Entah dengan apa aku bisa mengobati luka hati, luka jiwa, luka lahir dan batinku ini. Rasanya, rasa sakit ini tidak pernah bisa pupus dimakan waktu.

            "Tolong... Ampun Ayah... Tolong jangan.... Jangan Ayah... Ini aku Ayah... Ini aku... Ayaaaaahhh... Ayah, ini aku Nina ayah.... Bukan Ibu...."

           "Nina.... Nin... Nina bangun, kamu mimpi buruk lagi Nin. Istigfar Nin, Istigfar. Astaghfirullahalaziim. Tolong buka pintunya Nin, ini Bibi"

       Pagi ini cerah sekali, hari ini hari Ahad. Anak-anak asuhanku semua libur. Aku dan bibi bisa sedikit menikmati waktu berdua.

         "Nin... HP-mu bunyi. Mungkin ada orangtua anak yang mau nitip extra anaknya di kita. Lumayan Nin, kita tidak harus berdua saja seperti ini"

          Dengan langkah seribu, kuraih HandPhone-ku.
   
          "Assalamualaikum..."
Haaa.... ibu, ini suara ibu. rasanya sudah berabad-abad lamanya aku kehilangan suara ini. Suara lembut yang diam-diam kurindukan namun juga kurindukan. Namun, pemilik suara ini selalu ku hindari karena aku tak kuasa menatap matanya yang teduh. Aku takut, kalau dia mampu membaca rahasia besar yang selama ini kusimpan sendiri. Kututup rapat-rapat jauh di bawah memori pikiranku.

          "Assalamualaikum Nina, kamu masih disana no'u? Ini ibu Nin, jawab Nin, jangan diam saja. Apa kamu sudah lupa, bahwa menjawab salam hukumnya itu wajib, No'u? Bukankah kamu tahu bahwa salam itu adalah Doa?"

          Air mataku seperti tanggul yang jebol. Tak henti-hentinya berebutan keluar dari mataku. Air mata itu seperti ingin menggenangi tubuhku dan tempatku berdiri saat ini. Ya Allah... Bantulah aku Ya Rabb, kuatkan aku untuk bisa bicara dengan wanita agung, yang suaminya telah menodai diriku. Ya Allah...tolong beri aku kekuatan.

            Kakiku gemetar, tanganku gemetar, bibirku gemetar, akhirnya sekujur tubuhku gemetar.

               Ibu, suara ibu begitu lembut menembus lorong-lorng kegelapan hatiku, membuatku membisu, terpana, diam seribu bahasa... dan merana.

                Susah payah kukumpulkan kepingan-kepingan jiwaku yang terbelah, tercabik, teroris dan lebur.

                "Ya bu, ini Nina"
Hanya itu yang mampu kuucap
                "Walaikumsalam bu"

      Dan bagai mendapat hadiah emas permata yang amat berlimpah, dikala ibu mengatakan, bahwa ayah sudah meninggal terseret sebuah truk pengangkut pasir di pertigaan jalan di kampungku.

            "Alhamdulillahirabbil alamin"
Begitu syahdu dan sukacita, kata itu keluar dari hatiku yang paling dalam, dan terucap pasti dari bibirku.
            "Alhamdulillah..."
Berulang kali kata itu terucap, sampai-sampai ibuku memanggil namaku berulang-ulang, tapi aku sudah tidak mendengarnya lagi. Hanya satu kata yang terus-terusan kuucap dengan sepenuh jiwa ragaku.
            "Alhamdulillah hirabbil alamin"
Kumohon padamu ya Allah, agar masa laluku yang kelam akan segera terkubur bersama jasad laki-laki jahannan biadab itu. Laki-laki yang sayangnya harus ku panggil A...Y...A....H!!!!!!


Catatan:
No'u= Panggilan sayang untuk anak perempuan di Gorontalo

Gorontalo, 16 Agustus 2016

             
Read more...

Kenapa, Ibu ?

1 komentar
       Gerimis yang congkak mematahkan angan mentari untuk bertahta di singgasananya sampai petang. Tis...tis...tis, semakin lama makin banyak. Akhirnya kaki-kaki hujan yang panjang langsing datang mengentak genting, menghentak pepohonan, menghentak tanah yang menjerit dalam diam. Tak kuasa menolak hentakan dan hempasan kaki-kaki hujan yang terus menjuntai menghentak tanpa ampun.
          Hujan terus turun, makin lebat, seakan langit bocor, terus menumpahkan isinya... untuk menyapu debu yang menempel riang di dedaunan, di jendela, di kaca mobil yang berseliweran tanpa putus, membawa siapa saja dan kemana saja. Juga menempel di rambutku.
         Kubiarkan saja hujan lebat mengusir milyaran debu di rambutku, tubuhku, bajuku, wajahku dan hatiku. Ya.... debu pun ada di hatiku, membuat jelaga di sukmaku. Ku tak berusaha berteduh, biarkan saja, hujan ini membasahi apapun di diriku. Kaki-kakinya yang panjang makin lama serasa menerjang kepalaku, hidungku, wajahku, sakit... tapi biarlah. Sakitnya bukan apa-apa dibanding sakit dalam jiwaku. Ku langkahkan kakiku berasa berat, berasa dibebani berjuta-juta bongkahan batu, tapi biarlah... langkahku sekarang terseok... letih... tapi biarlah, biar kaki ini melangkah.
          Tetesan hujan menghalangi pandanganku, kupaksa kakiku terus menerobos jalanan menuju desaku. Orang-orang satu dua mulai memandangku entah apa yang ada di pikiran mereka. Aku tak perduli. Lama-lama bukan hanya dua, tiga orang yang melihatku... tapi mulai banyak. Ada pula yang berbisik, I Don't Care. Kakiku terus melangkah, ingin berlari, aku ingin ketemu ayah... ada sejuta tanya yang harus dijawab harus... harus dia jawab. Dari jauh mulai nampak kerumunan orang, di jalanan, dan arahnya sama seperti aku, menuju rumahku. Aku ingin berlari sekuat tenagaku, tapi apa dayaku.... jangankan berlari berjalan pun rasanya aku tak lagi sanggup. Aku ingin cepat-cepat mencarinya, menemui ayahku. Jutaan tanya bergolak di pikiranku, ayah... kenapa? Mengapa ayah...? Kenapa kau tega..? Jawab ayah... jawab...jawab aku ayah... kenapa kau lakukan itu?
         Tanpa sadar, berulangkali kalimat-kalimat itu berhamburan dari bibirku, namun tanya itu tidak juga sampai ke ayah, lenyap ditepis hujan yang terus...terus turun.
        Kerumunan orang yang nampak di kejauhan kini mulai lebih dekat, semakin dekat, lebih dekat, dan kerumunan itu menjadi satu titik, hitam...pekat, gelap... aku tak bisa melihat apapun, Dan tak ingat apapun.

       Entah bagaimana caranya , dan entah berapa lama aku terdampar dalam gelap yang menghimpit. Ketika kubuka mata, ada ayah, seno kakakku... dan ada banyak orang yang mengelilingi ku. Aku tak tahu sudah berapa lama keadaan ini. 
        Susah payah kupandang ayah, aku ingin bertanya, namun suaraku hanya sampai di kerongkongan, ku tak mampu berkata-kata. Mana, kemana jutaan tanya yang ingin kuteriakkan pada ayah, hilang... kenapa hilang? Hilang kemana?
          Susah payah kutatap wajah ayah yang diam disamping tempat tidurku, wajahnya, matanya, kenapa tampak ada tangis di mata itu. Kenapa, bukankah ini yang dia inginkan? Lalu kenapa mata itu bersedih.
          Ibu...tiba-tiba aku ingat ibu, kuhempaskan tangan-tangan yang memegangi kakiku, yang memijat tanganku.

          Ibuuu....sekelebat saja aku sudah bersimpuh di samping jasad ibu yang ada di ruang tengah. Tubuhnya dingin, matanya sedikit terbuka, mungkin dia ingin melihat aku untuk terakhir kalinya. Ah ibu, kenapa engkau harus pergi dengan cara ini? Seandainya ayah tak ingin ibu ada di sisinya lagi, bukankah masih ada aku dan Kak Seno. Kenapa Ibu???
         Aku tahu ibu sangat mencintai ayah, dan tidak rela ayah menikah lagi, namun, bukan berarti ibu harus pergi dengan cara ini Ibu. Kenapa bu... kenapa ibu harus menceburkan diri ibu ke sumur tua di ladang kita, kenapa bu?
           Jika ayah ingin pergi dari ibu, relakan bu, masih ada aku dan kak Seno, aku rela berhenti sekolah bu, aku akan menjaga ibu, selalu bersama ibu. Sungguh... tapi kenapa ibu tidak menungguku pulang, dan bicara padaku? Aku takut bu, kalau Allah SWT tidak akan mengampuni kesalahan dan dosa ibu, aku takut bu, kenapa ibu ambil hak Allah, dengan merenggut nyawa ibu sendiri, bu.... aku takut. Aku takut Allah murka dengan keputusanmu ini, bu... aku harus apa... harus apa bu...
          Apakah Allah akan mau menerima doa-doaku,  dan mau mengampuni Ibu? Tolong jawab aku ibu... Ya Allah... Ibu tidak mungkin menjawab pertanyaanku.
         Namun kau yang Maha Mendengar, tolong.... dengarkanlah doaku, engkau yang Maha Melihat, tolong lihatlah cucuran air mataku, Ya Allah... tolong ampunilah segala dosa ibuku, dia khilaf Ya Allah. Ibuku telah bertahun-tahun lamanya memendam rasa sakit di jiwanya ya Allah. Cinta tulus dan pengabdian seorang istri pada suaminya, dibalas penghianatan berkepanjangan oleh suaminya yang sayangnya adalah ayahku.
       Mengapa wanita sebaik ibuku kau berikan pasangan hidup sebejat ayahku, Ya Allah... kenapa tidak kau pilihkan dia laki-laki sebaik dan sesantun kak Seni kakakku? Ya Allah... kau Maha Tahu Segalanya, aku mohon, tolong, tolong ampunilah kekhilafan ibuku, tolong jangan azab dia dengan Azab-Mu yang amat pedih, karena semasa hidupnya, dia selalu sujud pada-Mu... tolong.... tolong aku Ya Allah... ampuni ibuku, tolong aku Ya Allah... ampuni ibuku, tolong ampuni ibuku, tolong aku Ya Allah, tolonglah ampuni dosa-dosa ibuku, kabulkan doaku Ya Allah, aaaminn...


Gorontalo, Senin 21 Agustus 2017
03:49 Pagi

Read more...

Surat Terbuka Untuk Bapak Presiden Jokowi

0 komentar
       Yang terhormat, yang tercinta, yang sangat kami banggakan, bapak presiden ketujuh, bapak presiden Jokowi, bapak presiden yang sangat merakyat dan apa adanya. 

           Saya sebagai seorang ibu yang punya anak usia sekolah, ada yang kelas 6 SD, kelas 3 SMP, kelas 3 SMA dan yang kuliah Semester 5. (mungkin saya salah satu contoh ibu yang cukup berhasil dengan programnya BKKBN, menjarangkan kehamilan, masing-masing 3 tahun. Namun masih kebobolan 2 orang anak). Itu mungkin sudah kehendak Allah SWT, biar kata BKKBN 2 anak cukup. Tapi Allah berkehendak lain, saya punya 4 orang anak. Pak presiden yang terhormat, disini saya bukan mau mengadu tentang anak saya yang jumlahnya 4 orang pak. Karena mereka adalah karunia sekaligus titipan Allah pada saya dan juga tentunya bapaknya.

     Namun saya menulis ini, bukan karena hanya untuk kepentingan saya saja, namun juga kepentingan para ibu dan orangtua lainnya, yang sama-sama merasakan damapak dari program Full Day School, yang digagas menterinya bapak. Mungkin bapak presiden, bapak wakil presiden, dan bapak menteri pendidikan, tidak pernah merasakan bingung tentang apa lagi yang harus disiapkan untuk bekal anak makan siang di sekolah besok hari, karena si anak akan pulang ke rumah nanti pada sore hari. Kalau si anak makan siang di rumah, apa saja bisa dimakan. Entah itu hanya nasi pake garam, atau mungkin kalo tidak ada nasi, cukup makan pisang pake kelapa parut boleh, namun untuk makan siang disekolah, bersama teman-teman lain, yang Kadang-kadang juga ada yang suka tukar-tukaran lauk. Nah kalau tidak ada lauknya gimana pak? Si anak pasti gengsi dong. Yang ada si anak tidak berani buka bekal makan siangnya pak. Jadinya si anak lebih memilih kelaparan, daripada nanti diejek teman-temannya. 

         Kok bisa begitu? Ya namanya juga anak-anak pak, apa yang mereka pikirkan, itulah yang mereka katakan. Itu baru salah satu contoh dampak negatif Full Day pak. Sebenarnya di urusan bekal makan siang anak di sekolah, masih banyak contoh-contoh lainnya pak, mungkin kalo saya bahas semua disini, bapak lebih baik milih tidur, daripada baca curhatan saya ini. 

         Dampak berikut dari program Full Day ini pak adalah anak-anak pulang ke rumah, dalam keadaan letih, bahasa daerah saya , Gorontalo artinya Mongolo. Bahkan seringkali terlihat sangat letih atau kembali ke bahasa Gorontalonya itu motuhu. Bahkan ada anak-anak yang langsung tidur. Dan mereka akan bangun setelah selesai sholat Isya, artinya mereka tidak sholat magrib. Nah lho, ini berarti tanggung jawab bapak sebagai pemimpin negeri ini, yang mengeluarkan kebijakan Full Day, kan? Iya nggak pak? Walaupun ini programnya bapak menteri pendidikan, tapi kan bapak setuju to?

          Dampak berikutnya lagi dari Full Day School pak, anak-anak yang biasanya sore harii belajar mengaji ke TPA, dengan FullDay, ini agak sulit dilakukan. 
Sebenarnya kalau dipaksakan sih, bisa saja. Dengan adanya program FullDay, anak-anak pada hari Senin s/d Kamis , pulangnya pukul 15:30, setelah sholat ashar di sekolah. Kalau rumahnya dekat sekolah, mungkin 10-15 menit udah sampe rumah. Berarti sekitar pukul 15:40 atau 15:45. Nah kalau dilanjutkan dengan mereka harus belajar mengaji, kasihan anak -anak, pak. Sudah dari pagi mereka belajar,eeh sorepun masih harus belajar. Kapan waktu mereka bisa istirahat dan bermain pak?Padahal  namanya anak- anak, (lebih khusus lagi anak anak SD), Mereka itu masih perlu waktu bermain. Lha wong orangtua saja masih suka bermain kok, ya kan Pak ?

         Nah..... kalau demikian adanya, anak-anak ndak jadi belajar mengaji, berarti mereka hanya tahu ilmu dunia saja : matematika, sains, ips, bahasa indonesia, dll. Yang lebih mengacu pada ilmu dunia, kapan belajar akhirat pak? Padahal , belajar itu bukanlah lebih baik jika dimulai sejak dini? Mungkin ada yang usul, bagaimana kalau malam hari? Owh.. bukankah malam hari waktu mereka bikin PR? Dengan adanya program FullDay, bukan berarti PR tidak ada kan? Tetap ada. 

        Bapak presiden Jokowi yang terkasih. Mungkin saja Bapak luput memperhatikan hal-hal kecil ini, karena anak-anak Bapak sudah pada besar (saya ngefans sama Kaesang pak, sungguh). Karena anak-anak Bapak sudah tidak ada yang SD, SMP, mungkin Bapak tidak lagi tahu tentang urusan ini Pak. Jadi, karena saya tahu, maka saya lapor ke Bapak. Saya bicara ke Bapak, karena Bapak pemimpin saya, dan sebagai pemimpin (apalagi pemimpin negara), bapak akan diminta pertanggungjawaban oleh orang-orang yang bapak pimpin termasuk saya, ya kan pak.

         Sehingga nya saya mohon maaf sebesar-besarnya pak, bila curhat buka-bukaan kepada bapak. Karena kalau bukan Bapak, ke siapa lagi saya harus curhat? Ke kepala Sekolah, katanya beliau hanya menjalankan perintah kepala Dinas, ke Kepala Dinas, disorong lagi ke atasan beliau, terus seperti itu, dan akhirnya muaranya kepada Bapak Presiden. Daripada berbelit-belit tanpa penyelesaian, kan enak langsung ke bapak, sekalian gitu.

         Bapak Presiden yang sangat merakyat. Kalau menurut saya, FullDay School ini masih perlu ditinjau lagi Pak. Banyak sekolah belum pada siap dengan program ini. 

       Karena disana-sini, terdengar keluhan hal ini. Jangan sampai FullDay ini bisa seperti programnya ibu Sisi PudjiAstuti, menteri Kelautan dan Perikanan, dimana bagi yang tidak makan ikan, tenggelamkan (ini mungkin hanya sekedar slogan atau guyonan),  yang apakah ibu Sisi tahu, bahwa bagi kami masyarakat Gorontalo, khususnya adalah lauk terbaik. Namun pertanyaannya adalah, apakah semua masyarakat bisa mampu beli ikan tiap hari, apalagi di saat musim angin timur, dimana harga ikan bisa naik berlipat-lipat kali harganya. Mungkin harganya naik berlipat kali seperti harga sekarang ini. (kalo boleh jujur Ibu Menteri, saya sangat salut dengan program kerja ibu dan juga keberanian Ibu, bagi saya Ibu Susi seperti Srikandi yang gagah berani di Era pemerintahan bapak Presiden Jokowi 
👍👍👍👍👍)

          Bapak Presiden Jokowi yang suka blusukan.
Mungkin hobi bapak ini bisa dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan, utamanya untuk mengecek dampak dari program yang bapak cetuskan. Supaya bapak bisa tahu secara langsung terterima tidaknya, terlaksana dengan baik atau tidak dari masyarakat bawah/grass-root (mudah-mudahan gak salah tulis yaa, maklum saya hanya ibu rumah tangga biasa), dan bukan hanya dari laporan saja. 

       Mohon maaf Pak Presiden, jika curhatan saya ini bikin Bapak tidak berkenan. Tapi mau apalagi, saya hanyalah salah seorang dari puluhan juta Ibu yang ada di se-entero tanah air ini, yang sebetulnya punya keluhan juga tentang FullDay School ini pada Bapak. Namun ya sudahlah, diserahkan saja pada yang Maha Mengatur. Padahal sebagai warga negara, siapapun berhak untuk berpendapat. Dan ini diatur dan dilindungi Undang-undang kan Pak?

        Pak Jokowi yang tercinta, sejujurnya saya katakan pada pemilihan Presiden kemarin, Pak Jokowi-JK tidak menang di Gorontalo, namun tolong, jangan abaikan curhatan seorang Ibu dari Gorontalo ini Pak, Please... 

         Mohon maaf sejuta maaf, terima kasih yang teramat sangat. Dari lubuk hati saya yang terdalam, teriring doa tulus untuk Bapak Jokowi sekeluarga, Bapak JK sekeluarga, dan Bapak-Bapak Menteri dan Ibu-ibu Menteri di bawah pimpinan Bapak Presiden Jokowi. Semoga Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekeluarga selalu dalam bimbingan dan tuntunan Allah SWT, dalam setiap langkah. Dilimpahi Rahmat dan Karunia-Nya, dan diampuni segala dosa dan kesalahannya, baik yang tersembunyi ataupun terang-terangan, baik disengaja atau tidak, baik dosa besar atau kecil, baik yang telah diperbuat di masa lampau, masa kini, ataupun masa yang akan datang. Insya allah Anak-anak dan keturunannya selalu dalam islam, iman, dan takwa, hanya Kepada-Nya, Sang Pemilik Kehidupan Dunia dan Akhirat, Amin ya Robbal Aalamin.


Gorontalo, 19 Agustus 2017
23:38 WITA

Read more...

Tidak Untuk Kedua Kali

0 komentar
             Hari sudah rembang petang, bola merah saga menodai seluruh permukaan laut. Berkilau merah, seperti api membara. Di kejauhan, entah di balik gunung, entah di seberang lautan, yang dipisahkan gugusan bukit-bukit kecil, sayup-sayup terdengar azan magrib menggema. Indah... syahdu, memenuhi gendang telingaku, menerobos jauh ke relung sukma ku yang paling dalam.

          Kumandang azan itu sperti menyeret jiwaku mengembara jauh ke lautan kenangan tujuh tahun silam. Suara muazin, nyaris sama dengan suaranya, suara ayah dari dua orang anakku, Sam. Samudera, itulah namanya, nama suamiku. Dia yang kusayangi sepenuh jiwaku, tempatku berbagi rasa dan bermanja, sekarang telah tiada. Hanya dua orang gadis kecil yang ditinggalkannya bersamaku, menemani hari-hari sepiku tanpanya. 

         Betapa takdir telah merampas segalanya dariku. Seakan tanpa ampun takdir mengambil semua bahagia yang kumiliki bersamanya. 
Aku seperti kesulitan bernafas, mengingat kejadian itu. Suamiku yang sore itu baru pulang dari mengantarkan anak-anaknya mengaji di salah satu TPA di kotaku, tiba-tiba harus meregang nyawa, karena kena peluru nyasar seorang abdi negara, pengayom masyarakat. Tidak sengaja memang. Namun apakah dalih tidak sengaja itu bisa mengembalikan nyawa suamiku? Ayah dari dua orang gadis kecil yang masih sangat polos. Apakah tidak sengaja itu bisa memenuhi kebutuhan hidupku dan anak-anakku? Tragis memang. Namun itulah yang terjadi. Dan dua orang gadis kecilku hanya mengira, bahwa ayah mereka hanya tidur sementara di gundukan tanah merah di samping rumahku. Dan setiap bangun tidur, mereka akan berlari riang menuju gundukan tanah, untuk membangunkan ayah mereka. Walau akhirnya, mereka akan pulang dengan raut wajah cemberut, karena ayahnya tidak mau ikut pulang bersama mereka. Keadaan ini terus berlangsung sampai akhirnya seiring waktu berjalan, mereka mengerti juga, Bahwa ayah mereka tidur selamanya di gundukan tanah itu dan tidak akan pernah bangun lagi. Tidak akan pernah mengantar mereka mengaji lagi, tidak akan pernah mengantar mereka sekolah, tidak akan pernah membawa mereka ke masjid, dan tidak akan pernah menyuapi mereka makan sahur. Tidak akan... tidak akan pernah lagi. 

         Sekarang mereka sudah tahu, bahwa mereka hanya punya aku saja. Hanya aku. Karena di kota ini, kami sekeluarga bukan penduduk asli. Kami hijrah dari tanah seberang yang puluhan ribu mil jauhnya, demi tugas suamiku. Namun aku tidak boleh menyesali kepindahan kami ke kota ini, walaupun disini, aku telah kehilangan tulang punggung keluargaku, tempat aku menyandarkan segala kepenatan dan rasa bahagia dalam hidupku.

         Perlahan tapi pasti, bola raksasa yang memerah saga, hilang dari pandanganku. Aku sendirian kini. Aku harus apa? Kegalauan hatiku tidak mungkin kubagi pada anak-anakku. Mereka masih terlalu muda untuk tahu hal ini. Hhhhh...h... kutarik nafas sedalam mungkin untuk kuhempaskan lagi ke bumi. Aku berharap agar hempasan nafasku bisa menyelesaikan masalah hidupku. Aku tidak mengerti, mengapa derita harus terus mendera hidupku. Betapa tidak, hidup yang kujalani dengan susah payah, kutata bersama dua orang gadisku, tiba tiba harus kembali dihadapkan dengan suatu prahara. Ya...pinangan kakaknya almarhum suamiku merupakan prahara, yang telah memporak-porandakan benteng pertahanan jiwa yang berusaha kubangun diatas puing-puing kehancuran, kehilangan sepenggal hatiku, suamiku Samudera. 

        Belum lagi tegak fondasi kehidupanku, harus dihadapkan dengan datangnya kakak Pram. Walau tidak suka, tapi aku harus memanggilnya kakak Pram, karena dia kakak dari almarhum suamiku.

       Aku mengira, kedatangan kakak Pram ke kotaku, karena ada urusan lain. Namun tak kuduga, dia justru datang untukku. Untuk memintaku menjadi istrinya, menggantikan kedudukan almarhum istrinya, yang meninggal beberapa bulan lalu.

        Ya Allah... kenapa harus aku? bukankah di kota tempat tinggalnya masih banyak ribuan bahkan jutaan perempuan yang pasti siap untuk dinikahinya. Dan andai dia mau, dia pasti bisa mendapat 1,2 atau 3 diantara mereka. Betapa tidak, kakak Pram nampak matang berwibawa di usianya yang baru menginjak 38 tahun, ditambah lagi dari segi ekonomi dia sangat mapan. Anaknya hanya satu ditambah lagi, kakak Pram orangnya soleh. Apa lagi? aku benar-benar tidak mengerti, kenapa dia justru menginginkan aku. Ooh tidak! Aku tidak sanggup membayangkan ada laki-laki lain yang menggantikan posisi almarhum suamiku. No...! Sampai kapanpun juga. Aku ingin suamiku, memiliki aku bukan hanya di dunia, namun kelak di akhirat nanti. Ya Rabb... tolong bantu aku untuk meyakinkan kakak Pram, bahwa aku bukanlah wanita yang tepat untuknya. Masih banyak yang lain, yang lebih segalanya dari aku. 

         Tolong Ya Rabbb.... aku sudah berulang kali berusaha, agar dia jangan memaksa aku. Karena aku tidak mampu untuk merubah nama Sam suamiku menjadi Pram. Bahkan membayangkannya saja aku tidak sanggup. 

           Ya Allah... Engkau Maha membolak-balikkan hati Hamba-hamba-Mu. Tolong balikkanlah hati kakak Pram, tolong palingkanlah dariku, ke perempuan lain, yang lebih segala-galanya dariku. Kumohon Ya Rabb... tolong... tolonglah aku. Aku tak ingin anak-anakku merasa kehilangan untuk kedua kalinya, karena ibu mereka menikah lagi, walaupun itu dengan paman mereka sendiri. Jangan Ya Rabb... aku takut, aku tak sanggup. Sungguh. 


Gorontalo Berhujan, Jumat 18 Agustus 2017
16:58 WITA
Read more...

Broery Alexander Agatha

0 komentar
    Telah tiga hari ini, aku tak bergairah untuk melakukan kegiatan apapun. Aku enggan melakukan apaaa saja, termasuk makan. Hidupku begitu gersang dan terasa tak berarti sama sekali, yaa aku harus mengakui, aku begitu teramat sangat mengasihinya, dekat dengannya dan begitu akrab dengan kemanjaannya. 
      Tak ku pedulikan tetesan hujan yang semakin Deras, Membasahi kepala dan tubuhku. Biar...biarlah! Aku tetap akan berdiri disini, diantara hamparan genteng rumah penghuni Perumahan elit ini. Biarlah semua orang yang rumahnya berlantai dua melihat aku bengong, tiga hari belakangan ini, diatas tempat jemuran cucian rumah kami. Biar semua tahu apa yang aku rasakan. Aku sedih, aku pilu, aku tak mampu menguasai kepedihanku. Aku teramat merindukannya, merindukan sosok tubuhnya yang begitu ku kasihi, tubuhnya yang penuh bulu, membuat ku betah berlama-lama menghabiskan waktu untuk mengelusnya penuh kasih sayang. Yaa...yaaa... aku teramat merindukan dia. Merindukan satu nama yang telah akrab dengan hari-hariku, selama 5 bulan terakhir ini. Aahh, barangkali bagi orang lain, waktu 5 bulan terlampau cepat untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih yang mendalam. Tapi bagiku tidak! Waktu yang 5 bulan terasa sangat berarti bagiku dan dia. Kuakui, hanya dialah satu-satunya makhluk diatas jagad raya ini yang mengerti tentang segala keresahan yang senantiasa kurasakan. Hanya dia yang memahami, betapa sepi hari-hariku, sejak kekasihku meninggalkanku. Hanya dia Satu-satunya yang mengerti. Disaat aku termenung diantara hamparan genteng rumahku, dia datang menghiburku. Dia memandangku dengan tatapannya yang teduh. Aku begitu suka pada tatapannya. Matanya yang bening seperti telaga yang tersembunyi di tengah hutan, yang akhirnya tiada seorangpun pernah mengusiknya. Dan aku bisa membaca pengertian yang dalam dari matanya yang bening itu. Walau dia tidak pernah sekalipun mengatakan sesuatu padaku, namun dia mengerti apa yang ku katakan padanya. Dia tidak bisu, dia tidak tuli, dia tidak buta, kakinya pun normal. Bahkan dia termasuk ganteng dan lebih bertambah gagah, dengan kumisnya yang tiduran di atas bibirnya. Bulunya begitu halus dan memikat. 
        
         Broery... aku begitu merindukanmu sayang. Mengapa kau tega meninggalkan aku, seperti dulu kekasihku meninggalkan aku. Padahal ketika kita pertama kenalan di sudut dapur, kita berpandangan, kemudian kita saling terbuka. Kau mendengar dengan mata sendu, ketika kuceritakan padamu tentang kepedihan hatiku, tentang kekasihku yang berlalu dari sisiku, dan tentang segalanya. Kau menatapku penuh pengertian, Seakan kau ingin Mengambil sebagian dukaku. Kau tidak mengatakan lewat bibirmu, tapi matamu mengatakannya. 

         Broery... ternyata kini kau pun berlalu dari aku. Seakan kau tidak perduli lagi dengan kasih tulusku untukmu. Lalu Broery... pada siapa lagi aku harus mengadu, berbagi rasa yang kumiliki? Broery Alexander Agatha, nama yang melambangkan kegagahanmu. Apa kau lupa Broery, Dulu ketika kita pertama bertemu, tiada jabatan tangan, tiada perkenalan nama, yang ada hanyalah pandangan yang penuh arti. Selanjutnya aku tak perduli siapa namamu sebelum ketemu aku. Yang aku tahu, aku suka memanggilmu Broery dan kuperindah dengan Alexandere Agatha. 

        Dikala kita sedang berbagi kasih berdua, aku lebih suka memanggilmu Broer, walau sebenarnya aku tahu, aku lebih tua 21 tahun dibanding kamu. Kamu masih sangat muda, namun terkadang kamu lebih dewasa dari aku. Kau tak pernah mengeluh, kau tak pernah menangis seperti aku. Sekalipun aku belum pernah mendengarmu mengeluh/menangis. Dan hal itu yang membuatku amat mengagumimu. Kau masih teramat muda, namun pembawaanmu dewasa. Dan perbedaan usia kita yang demikian jauh,,, sama sekali tak jadi masalah bagi kita.

            Tapi kini, apa lagi yang mesti ku katakan tentangmu. Rasa-rasanya segala kebaikanmu selama ini hilang begitu saja. Sebab kau pun meninggalkan aku. Broery... mengapa kau tega? Padahal kau tahu, hanya kau satu-satunya makhluk hidup paling berarti bagiku, setelah kepergian kekasihku. Ternyata kau sama jahatnya dengan dia. Padahal Broery, ulang-ulang telah kuingatkan padamu aku amat mengasihimu. 

       Curah hujan semakin deras, Azan magrib sudah menggema, aku harus sholat. Aku akan mengadukan galau hatiku pada Yang Maha Tahu. Agar kelak Dia akan menggantikan makhluk-makhlukku yang hilang dengan yang baru dan lebih baik. 

        Usai sholat magrib aku kini, aku tak berminat keluar kamar. Aku ingin membaringkan tubuhku yang terasa amat letih, aku ingin membaringkan pikiranku, dan membebaskannya dari belenggu bayang-bayang Broery. Aku ingin melupakannya, menghalaunya dari pikiranku, semampuku. Sayang sekali, Keinginan ku tak terpenuhi. Bayangan Broery tetap membuntutiku ke tampat tidur, membuat ku gelisah, membuat spray kusut masai karena tubuhku menggelinding kesana kemari seperti bola. 

        Broery... aku amat sesalkan ketololanmu, kau begitu tolol, Broery. Padahal aku telah mengingatkanmu, kau hanya boleh makan apa yang kusiapkan untukmu. Tapi kau keras kepala, Aku benci kau, Broery! Biar... biar kau mati! Kau dungu, Broery! Aku membencimu! Mengapa kau makan juga ikan asin yang telah dicampur racun tikus itu? Mengapa, Broery? Padahal aku telah kasih kau dua potong kaki ayam dan dua potong kepala ayam. Kau begitu rakus, Broer! Aku membencimu... benciii! Akibatnya, gara-gara kau makan ikan asin beracun itu, tubuhmu kini terkubur, barangkali telah membusuk dan digerogoti cacing-cacing tanah yang rakus sepertimu. Kasihan bulu-bulumu yang putih mulus itu, Broer, bulu-bulu yang membuatku terpesona. Kasihan kumismu yang tiduran diatas Bibirmu Broer, aahh...Broer.... kasihan kau. Akibat ketidakpuasanmu atas sesuatu yang ke berikan dengan tulus maka kau menebusnya dengan nyawamu sendiri. Selamat jalan sahabatku, aku akan berusaha sebisaku melupakanmu. Ternyata kau yang kukasihi, menyimpan rasa ketidakpuasan, yang membuat nyawamu melayang. 

        Maafkan aku Broery Alexander Agatha, aku membenci ketidakpuasanmu, namun kau harus tahu pula... aku tetap mengasihimu Now And Forever, Forever So Long...

Bogor, Rabu 2 Januari 1990 
11:35 WIB

             

    





Read more...

Aku Cinta Suami Sepupuku

0 komentar
    Fira... Alhamdulillah, Sonya sudah melahirkan. Anaknya laki-laki, mirip sekali dengan Bapaknya. Nanti kita sama-sama menjenguknya ya, Fir...
   Suara gaduh Ibu terus meluncur deras di kupingku. Namun suara itu tidak hanya berhenti dan diam di telingaku, namun jauh menerobos kedalam urat-urat nadi dan jantung serta hatiku. Hhhhhh... seharusnya ini kabar bahagia yang kudengar. Aku sudah punya ponaan baru. Dan lahirnya anaknya Sonya berarti ponaanku sudah berjumlah 7 orang. Tapi apakah anaknya Sonya akan sama menggemaskan seperti ponaanku lainnya? Ataukah dia justru akan tampak seperti monster bagiku? Perlahan tapi pasti, luka dalam hatiku kembali mengucurkan darah. Kali ini darahnya lebih kental dan lebih banyak dibandingkan yang sudah-sudah. Sonya sudah melahirkan. Berarti diantara mereka berdua, Sonya dan Andi, sudah lahir perekat dan penanda bagi kuatnya cinta mereka. Air mataku menetes. Semakin lama semakin deras. Dan semakin deras. Owh... nestapa... mengapa tidak pernah pergi dari hidupku. 
        Andi... dia adalah saudara sepupuku, sama seperti Sonya. Kedua-duanya, ibunya Andi dan bapaknya Sonya adalah adik-adik dari ibuku. Sehingga nya kami bertiga adalah saudara sepupu. 
      Andi dan Sonya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing. Namun sayangnya Sonya menolak mentah-mentah perjodohan itu. Karena Sonya sudah punya tambatan hatinya sendiri yang dipacarinya sejak bangku SMA. Jalinan cinta mereka begitu indah, walaupun masih dalam batas-batas kewajaran suatu hubungan. Sonya adalah seorang wanita muda, cerdas dan berpribadi luhur. Dia sangat santun dan amat sangat pandai menjaga kehormatan diri dan keluarga nya. Pribadinya setali tiga uang dengan pacarnya. Namun latar belakang keluarga pacarnya yang kurang baik, membuat jalinan cinta mereka ditentang keras oleh orangtua Sonya yang masih berpegang teguh dengan bibit, bobot dan bebet. Maka jadilah perjodohan Sonya dan Andi. Dan berbagai upaya Sonya menolak namun orangtuanya tetap bersikukuh untuk tetap memaksakan perjodohan itu. Apalagi Andi, yang orangtuanya, yang orangtuanya notabene pemuka agama dan orang terpandang di daerah mereka tinggal.
        Sonya, walaupun dia wanita santun, namun sifatnya untuk urusan hati tidak mau kompromi dengan apa dan siapapun juga. Berbagai dalih dia cari untuk mengelak dari perjodohan dirinya dan Andi. Bahkan tidak tanggung-tanggung dia sampai rela mendatangi tempat tinggal orang tua Andi untuk bicara ten tentang isi hati dan penolakan dirinya dan Andi. Bahkan tidak tanggung-tanggung, dia meminta agar orangtua Andi, yang adalah paman dan bibinya itu, diminta untuk tidak lagi mengganggu hidupnya dan menjadi hq bodoh kan andi untuk jadi suaminya.
       Maka, murkalah orang tua Sonya, mendengar apa yang dikatakan orang tua Andi. Betapa tidak, orang tua Andi memutuskan untuk tidak lagi menjodohkan anaknya dan Sonya. Andi pun bisa mendapatkan istri yang 100% lebih segalanya dari Sonya. Ponaan yang dianggap mereka angkuh. Jalinan kekerabatan antara dua pasang orang tua, hancur lebur, berkeping-keping. Masing-masing orang tua saling membela anaknya, dengan keegoisan yang mereka miliki. 
    7 bulan sudah... perjodohan yang membuat hubungan kekerabatan seperti putus. Ditambah lagi dengan jarak tempat tinggal mereka yang terpisahkan oleh gugusan gunung dan bentangan lautan.
         Sementara Andi yang merasa patah hati dan kecewa dengan penolakan Sonya, menghibur dirinya dengan banyak berkumpul dengan saudara-saudara sepupunya yang lain. termasuk di dalamnya aku Fira Mulyani. Aku kasihan melihat dia. Ternyata laki-laki bisa juga patah hati. Sebagai saudara dengan usia yang hampir sama, ditambah lagi dengan kami berdua bekerja di tempat yang sama. Yang jarak tempuh dari rumah kami memakan waktu dua jam sekali jalan. Membuat aku dan Andi lebih banyak menghabiskan waktu pergi dan pulang kerja berdua setiap hari, kecuali sabtu dan minggu. Perlahan tapi pasti, ada sedikit rasa aneh yang mulai ada dalam hatiku yang paling dalam. Rasa ini, seperti rasa yang pernah ada dan pernah kurasakan tiga tahun yang lalu, ketika aku masih bersama Niku. Ya, rasa ini seperti rasa yang kurasakan tiga tahun lalu kala masih bersama Niku. Niku yang akhirnya harus pergi bersama gelombang besar yang menggulung kapal yang ditumpanginya ketika dia akan kembali ke tempat tugasnya sebagai guru di pelosok daerah terpencil. Niku ku yang malang, seorang guru teladan yang harus mati demi tugasnya menyiapkan generasi penerus perjuangan bangsa. Selamat jalan Niku, semoga kau mendapat tempat yang lapang di Sisi-Nya. 

"Jadi bagaimana Fir, oke kan? "
" Haa...a...apanya yang oke Andi? Maaf aku ngantuk "
" Astagfirullahhalaziim... ngantuk? Hey kita ini bukan naik mobil Fir. Kita naik motor. Dengan kondisi jalanan seperti ini, kamu ingin merasakan kerasnya batu-batu jalan yang menyembul malu-malu di balik aspal tipis ini? Jangan gila dong. Atau kita istirahat dulu di warung kopi di kaki gunung itu? "
" mmh....ok ok... terserah kamulah. Aku ikut maunya sopir saja he...he..he.. "

    Hmmh... ternyata hujan yang terus sejak jam 5 sore tadi, masih menyisakan rasa dingin yang amat menusuk tulang. 
      Minum kopi dan menikmati seduhan mi instant panas ditengah gerimis hujan di pukul 7 malam ini lumayan nikmat. warung kopi ini tidak seramai biasanya. Hanya ada empat orang yang berpakaian dinas seperti aki dan Andi. Kasihan, inilah kehidupan kami sebagai abdi negara yang bertugas di daerah baru seperti ini. Kami harus rela bolak-balik tiap hari dari rumah ke tempat tugas dalam kondisi apapun. Kami harus tetap menjalankan tugas. Karena kami makan dan hidup dengan digaji oleh negara. Kami tidak seperti mereka, orang-orang yang suda digaji tinggi-tinggi oleh negara, tapi mangkir dari tugas dan korupsi pula. Ya korupsi. Kalau di daerahku, korupsi sama dengan pota'o alias mencuri. Tapi kenapa para pota'o alias koruptor itu walau sudah ditangkap dan ketahuan mencuri, tapi masih bisa ketawa-tawa dan senyum, bahkan tebar pesona di kamera para wartawan TV. Kemana rasa malu mereka? Apakah mereka sudah tidak punya rasa malu, kalau mereka tidak lagi punya rasa malu, apa bedanya mereka dengan kawanan binatang? bukankah para binatang tidak punya rasa malu? buktinya mereka berhubungan sex di tengah hiruk-pikuknya dunia, dihadapan teman-temannya dan kawanan manusia? berarti derajat manusia yang diciptakan lebih tinggi dari semua mahluk allah lainnya, tidak lagi berarti? 
        
" Waduh Fir... kamu minum kopi sambil melamun. mikirin apa kamu? Kamu mulai memikirkan aku ya? "
" Ih...ih... apa? mikirin kamu? sinting! kenapa aku harus capek-capek mikirin kamu bang, bukankah kamu yang seharusnya mikir bagaimana supaya Sonya mau berubah pikiran dan bersedia menerima perjodohan kamu dengan dia. Kamu harus cari cara bukankah kalau cinta ditolak, dukun bisa bertindak??? ha..ha..ha "
" Nah sekarang kamu yang sinting Fir, Astagfirullahhalaziim.... dukun? dukun apa! kamu mau melakukan perbuatan syirik yang dilarang keras di agama kita? istigfar Fir.. Istigfar, Seorang Andi Alamsyah pasti tidak sudi melakukan itu! lagipula aku tidak lagi ingin menikahi Sonya kok, aku malah ingin menikah denganmu "

    Degg...jantungku..oh jantungku ya allah.. mau lepas dari tempatnya, Andi mau menikah denganku?! gila! dia pasti sudah gila! apa kata dunia nanti, Fira Mulyani, seorang wanita hitam manis usia 25 tahun menikah dengan calon suami dari sepupunya sendiri? Bakalan terjadi kiamat nantinya.

" Bagaimana Fir kamu mau kan? "

     Secara refleks aku menatap ke bola matanya yang menatap lurus ke dalam bola mataku. Tidak ada terbersit gurauan di mata dan Wajahnya. Dia sangat serius...saaangat serius. Sejenak aku terpana, terpesona dengan tatapannya. Aku diam seribu bahasa. Aku kehilangan kata-kata. Aku hanya diam. Hanya diam. Diam saja. Sampai kedua tangannya menggenggam kedua tanganku, yang terkulai di meja. 

" Fir...diam-diam aku mulai mencintaimu. Dan aku tidak ingin menunggu lagi untuk bisa mengungkapkan rasa ini. Sebenarnya kalo aku boleh jujur padamu, sejak lama diam-diam aku suka memperhatikan kamu dari jauh. Apalagi sekarang kita sudah bekerja di daerah yang sama. Rasa ini perlahan muncul dan merambahi hatiku. Bahkan jauh sebelum ide perjodohan aku dan Sonya. Sebenarnya, aku ingin dekat denganmu. Dirimu yang apa adanya, dirimu yang sederhana dan biasa-biasa saja, sebenarnya yang seperti ini perempuan idamanku. Namun sebagai anak laki-laki satu-satunya dari orangtuaku, aku pun ingin menuruti apapun keinginan mereka, termasuk mencarikan pendamping hidupku, asalkan ayah ibuku bahagia punya anak yang berbakti seperti aku. Tapi alhamdulillah aku bisa lepas dari perjodohan kami. Itu berarti aku bisa lepas dari perjodohan ini. Ayah ibuku pasti rela bila aku menentukan jodohku sendiri. Dan aku menginginkan kamu menjadi istriku. Kamu mau kan? "

    Berondongan kata yang keluar dari bibirnya, seakan tidak satupun yang nyangkut di kepalaku semuanya menguap bersama dinginnya malam... aku hanya diam, diam dan diam saja.

" Fir...apa kamu sudah punya seseorang? "
" Aaa...ooh...tidak. Aku tidak punya siapa-siapa "

    Rasa yang mulai hadir di hatiku, perlahan memenuhi seluruh ruang di hatiku, dan memaksa bibirku untuk berucap lirih.

" Ya...aku mau menjadi istrimu "

     Plong.... bongkahan batu segede gunung Dumbo di kotaku, seperti lepas menghimpit tubuhku. Aku seperti melayang-layang, melayang-layang dalam rasa yang menenangkan. Oh ternyata aku mencintainya. Dan aku siap menjadi istrinya.

" Jadi kamu mau Fira? Owh ya allah Alhamdulillah, warung kopi di kaki gunung ini jadi saksi atas peristiwa besar ini, secepatnya aku akan bicarakan ini dengan ayah dan ibu. Makasih Fir... aku bahagia sekali. "

      Hujan yang tadinya hanya gerimis, makin lama semakin deras, tapi ini tidak masalah bagi aku dan andi, bahkan hujan ini seolah-olah ikut jadi saksi atas peristiwa malam ini. Sambil berboncengan menerobos hujan, kami tidak mampu berkata-kata, setelah lama hanya saling diam akhirnya keheningan pun pecah juga.

" Fira, kok malah melamun, kamu kok tidak tampak bahagia dengan bertambahnya ponaanmu? Sudahlah nak andi bukan jodohmu, insyaallah, allah akan menggantinya dengan yang lebih segalanya dari Andi asal kau tidak menutup diri seperti ini terus-terusan. Bukalah hatimu Fir, lupakan Andi, dia bukan jodohmu. Walaupun dia tidak jadi menikah denganmu, tapi Andi tetaplah saudaramu sama juga seperti Sonya."

   Hmhh.. Ibu bisa bilang begitu, karena ibu tidak merasakan apa yang aku rasa. Sakit yang mengiris-ngiris jantungku, melihat kebahagiaan mereka. Apalagi bila mata Andi bertabrakan dengan mataku, ada sesuatu yang lain yang kurasakan di relung hatiku ini. Rasa yang hanya aku, dia dan allah saja yang tahu.
   Seandainya tante Yuli ibunya Sonya tidak berusaha sekuat tenaga, untuk meminta maaf dan membujuk mamanya Andi untuk melanjutkan perjodohan Sonya Dan Andi, walaupun harus rela memohon-mohon pada ibunya Andi, mungkin Sonya tidak akan melahirkan anaknya Andi. Tapi justru akulah yang melahirkan anak bagi Andi, dan akulah yang harusnya bahagia saat ini dan bukan Sonya!

     Ahh.. Andi yang malang. Dia terpaksa harus menjilat kata-katanya sendiri yang terlanjur dia ucapkan padaku. Pernikahan Andi dan Sonya murni karena upaya orang tua Sonya untuk membujuk dan meminta maaf sebesar-besarnya pada ayah ibunya Andi. Dan bahkan tega mengancam, bahwa Sonya tidak akan diakui anak, bila tetap tidak mau menikah dengan Andi. Bahkan ketika tahu Andi sudah berpaling padaku, tante Yuli sampe tega melabrak aku. Seolah aku yang telah merebut Andi dari Sonya.
     Huh... dunia ini selalu tidak adil padaku. Sonya yang kurus dan sakit-sakitan sejak kecil seolah harus mendapatkan yang terbaik walaupun itu berarti, dia mendapatkannya dariku. Seolah tiada yang peduli dengan hati dan perasaanku yang terluka
      Padahal aku yang selalu tampak tegar dan santai dalam mengahadapi hidup, tidak bisa dipungkiri, aku pun bisa terluka karena aku pun butuh cinta, rasa sayang, dan perhatian.
        Namun sama seperti ketika aku, Sonya, Andi dan beberapa saudara sepupuku yang sepantaran, masih tinggal serumah di rumah nenekku, akulah yang selalu harus melindungi Sonya yang kurus, cengeng dan sakit-sakitan. Bahkan jika aku punya mainan baru, pasti Bila Sonya mau mainan aku, aku harus rela meminjamkan padanya. Ahh jika dulu aku mengalah soal mainan, tidak kusangka setelah dewasa, aku harus merelakan Andi, lagi-lagi untuknya. Padahal nyatanya justru dia sendiri yang awalnya menolak Andi. Owh...perih sekali hatiku. Nyatanya Sonya harus tetap telah menikah dengan Andi. Bahkan sekarang ada bayi mungil di tengah-tengah mereka.

      Andi, belahan hatiku, yang tidak kuasa mengatakan tidak pada orangtuanya. Andi yang ingin menjadi anak berbakti kepada orangtuanya. Andi yang tidak berani menolak kehendak orangtuanya, karena takut menjadi anak durhaka.
       Andi yang soleh, Andi yang hingga kini masih sering membuat mataku basah dengan air mata kerinduan, untuk memeluknya erat dalam hidupku. Salahkah aku ya allah? Bukankah rasa cinta ini adalah anugerah-Mu? Tapi kenapa ya Allah?


Gorontalo, Kamis 20 November 2014
12:38 WITA



Read more...
3 komentar
      Wahai jiwa yang gelisah, apa yang membuatmu serasa dirundung duka. Padahal engkau, kamu, dia dan aku, dan kita semua punya Dia, Sang pemberi Kehidupan, Sang Pemberi Kenikmatan, Sang pemberi Kematian, Sang Pemutus Kenikmatan, dan Sang Segala-galanya, Allah SWT. Rabb kita tempat kita bergantung, tempat kita mengadu, tempat kita mengeluh, tempat kita mengadu, tempat kita menangis, tempat kita memohon, dan tempat kita segalanya. Dan Dia Allah SWT, Maha penolong, Maha penyayang, Maha memberi, Maha bijaksana, Maha mendengar, dan Maha-Maha, Maha Segala galanya.
     Allah tidak akan pernah mau mengecewakan kita yang berharap hanya padaNya. Allah tidak akan mau menolak kita yang meminta padanya. Allah tidak mau kita malu, karena tidak mengabulkan permohonan kita. Allah tidak akan mempermalukan kita yang datang bersimpuh dan menangis di hadapanNya, membawa hajat kita yang sangat penting. dan Allah tidak akan pernah membuka dan menceritakan aib dan dosa-dosa kita pada MahlukNya yang lain. Apalagi pada tetangga kanan kiri kita, ataupun atasan kita, bawahan kita, bahkan kekasih kita, atau teman-teman karlota (rumpi) kita.
Tidakkk Allah SWT tidak seperti itu! Sama sekali TIDAK..! Allah SWT adalah sebaikbaik tempat curhatan ribuan masalah kita, kegelisahan, kegalauan, kegamangan, kesepian, kerinduan kita, kebutuhan kita, dan segala hal yang kita inginkan. Allah SWT maha mendengar rintihan hamba-hambanya yang merintih padaNYA. Allah SWT tempat kita berharap.

   Sehingganya wahai jiwa-jiwa yang gelisah.... mari tengadahkan tanganmu kepada Allah, tundukan wajahmu di hadapan Allah, adukanlah segala hajatmu kepadaNya. karena Dialah yang telah menciptakanmu, memberimu kehidupan didunia, dan Dia juga yang kelak akan mematikanmu, sebagaimana Dia juga yang akan menghidupkanmu kembali di akhirat nanti. Dan Dia Maha Tahu segalanya, apa yang terbaik buat kita hamba-hambaNya. Ya... hanya Dialah yang tahu apa yang baik dan tidak untuk kita. Karena hanya Dialah yang punya pengetahuan untuk itu. Dan kita sama sekali buta tuli untuk urusan ini.
   Namun terkadang karena keterbatasan kita sebagai hambanya, kita seolah-olah merasa bahwa kita tahu apa yang baik atau tidak. Ini membuat kita menjadi marah, kesal bahkan sampai meradang, jika sesuatu yang kita impi-impikan tidak terwujud. Tidak jarang kita sampai mengutuk, murka, bahkan sampe keluar kata-kata sumpah serapah dari mulut kita yang seharusnya kita gunakan hanya untuk melafazkan zikir untuk mengingat-nya. Mulut yang harusnya hanya untuk mengumandangkan azan, iqamah, dan lantunan ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an, atau untuk saling watawa saubilhaqq, watawa saubissabri.
         Ya itulah kita manusia yang terkadang sok tahu tentang diri dan kehidupan kita. Yang kita merasa bahwa diri dan kehidupan kita, sepenuhnya adalah milik kita, hingga kita merasa punya hak sepenuhnya atas diri dan kehidupan kita. kita terperangkap dalam gemerlap dunia fana yang sangat membius diri kita. Bikin kita terlena, terbuai dan bahkan mabuk kepayang meneguk manisnya air kehidupan yang menyesatkan.
       Kita lupa bahwa, suatu saat dan pasti bahwa Alah SWT akan bisa memutus segala kenikmatan dunia yang kita punya. Lewat tangan malaikat Izrail si pencabut nyawa, dia akan memutus kenikmatan ataupun mungkin kesengsaraan yang kita jalani selama ini. Sakaratulmauti bil haq. Itu pasti terjadi.
         Untuk apa kita gelisah jika mengalami kesulitan? Hidup di dunia hanya sementara. Ada kehidupan kekal abadi selama-lamanya yang menanti kita. Dunia ini hanya tempat kita singgah, dan kita akan segera melanjutkan perjalanan panjang menuju kehidupan abadi. Dunia ini hanyalah tempat bagi kita untuk mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kita bawa menuju ke kehidupan abadi. Pertanyaannya adalah "sudah cukupkah bekal kita? sudah siapkah kita melanjutkan perjalanan? sudah siapkah kita meninggalkan orang-orang yang kita sayangi dengan mengajari mereka menyiapkan bekal untu kehidupan abadi nanti? sudah siapkah, sudah cukupkah, sudah...sudah...dan Sudahkah! Seharusnya ratusan, ribuan bahkan jutaan sudah, selalu kita tanyakan pada diri kita, yang hanya selalu masih bisa tertawa lebar, terbahak-bahak, terpingkal-pingkal melihat dan mendengar banyolan konyol dunia fana ini.
   Masihkah kita bisa tertawa, bila tahu betapa pedihnya sakaratul maut itu? masihkah kita sanggup berlama-lama menatap situs-situs porno yang siap menggerus iman kita? iman generasi bangsa kita?
     Masihkah kita sanggup tersenyum memamerkan gigia kita yang berkilau seperti mutiara karena habis dibleching? jika kita tahu dan ingat bahwa, betapa dahsyatnya himpitan kubur dikala kita baru menikmati malam pertama di kuburan, sendirian, gelap gulita, dan dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir? 
     Dan masih banyak lagi huru-hara kehidupan alam kubur yang bakal kita rasakan. Masihkah bisa kita membanggakan diri kita asyik chat dengan teman yang bahkan ujung hidungnya saja kita belum pernah liat?
     Wahai para pejabat penting di negeri antah-barantah, masihkah kita mampu menilep uang rakyat yang dipercayakan pada kita untuk di urus? masih mampukah para wakil rakyat yang dipilih (kadang terpaksa harus dipilih karena sudah dikasih uang 20 ribu ketika datang di kampanye nya) untuk bohong dan main proyek karena mempung lagi dipercaya mewakili rakyat antah-barantah?
        Ingat.... kita harus sering-sering ingat. Apapun yang kita lakukan dengan diri dan kehidupan kita, akan kita pertanggungjawabkan di Yaumil Akhir. Disaat mulut terkunci rapat, hanya anggota tubuh lainnya yang harus bicara?
     Masihkah sanggup, bapak yang terhormat di negeri antah-barantah, yang sangat berlimpah harta, jabatan dan kehormatan, untuk masuk keluar hotel-hotel mewah ditemani perempuan-perempuan cantik, bahenol, seksi, rupawan, jelita, wangi semerbak bila tahu dan ingat bahwa Allah Maha Melihat, Mendengar, dan Maha Tahu segalanya yang dilakukan hamba-hambanya, dan Allah sanggup Mengazab siapapun yang dikehendakinya dengan azab yang teramat pedih?

     Sayang seribu sayang, seringkali kita lupa bahwa didunia ini kita hanya singgah/transit, untuk kembali akan melanjutkan perjalanan menuju kehidupan abadi. Sudah siapkah kita? Kullunafsin zaaikotul maut!!!

    Mari kita jadikan sisa-sisa kehidupan kita sepenuhnya hanya untuk berbuat hal-hal yang baik. Mari kita belanjakan harta yang di titipkan Allah kepada kita di jalannya. Jabatan kedudukan yang dipercayakan pada kita, kita emban dengan amanah dan istiqah di jalannya. Yaa... segalanya hanya untuk mendapat ridho-nya. Amin yaa robbal alaamin
Read more...

SALAHKAH AKU ??

0 komentar
   Hujan terus turun, seolah langit bocor disana sini. Semuanya basah yang ada di bumiku. Tidak itu saja, hujan juga mengguyur rambutku, tubuhku, tanganku, mataku, bahkan hatiku yang berdarah-darah. Semakin perih tapi aku takkan mengeluh, apalagi menangis. Tidak ada lagi rasa sakit, tidak ada lagi air Mata, karena rasa sakit dan air mata itu datangnya dari perasaan. Sementara luka-luka jiwa yang mendera hidupku bertubi-tubi, sudah mematikan perasaanku. Ya, aku mati rasa kini.

   Seandainya aku tidak punya walau setitik iman, barangkali sudah kusudahi hidupku dengan cara yang paling keji, agar takkan lagi kurasakan beban derita yang amat menyiksa kan hidup. Buat apa aku hidup, jika hanya seperti ini. Aku tidak tahu, untuk apa aku ada di dunia ini kalau ternyata hanyalah ketidakadilan saja yang selalu kudapat.

  "kakak... mana kaus kakiku yang ungu"
itu suara adik Bungsuku, Iman.

  "kakak... celanaku yang abu-abu ada dimana???"
itu lagi suara adikku Rudy.

  "Ratu... apa sepatu kets kakak sudah dicuci???"
yang melengking ini suara kakak perempuanku, Tiara.
Kakakku yang cantik, pintar namun sangatlah manja dan tidak mandiri.

  "kakak... kak Ratu... dimana kaus kakiku???"

  Suara-suara ini selalu mengisi hari-hari ku tiap hari, tidak perduli pagi, siang, sore atau malam pun, setiap ada yang penghuni rumah ini cari dan butuhkan, pasti aku yang harus tahu. Belum lagi, papa mama yang kebutuhan nya juga harus aku urus.

  Seandainya saja aku ini seorang pembantu, pasti aku sudah minta PHK dari majikan. Dan kupastikan, tidak ada seorangpun pembantu atau bahasanya sudah dipermanis menjadi asisten rumah tangga yang betah untuk tinggal di rumahku. Tapi apalah dayanya aku, aku adalah seorang anak yang terlahir berbeda dengan saudaraku yang lain. Ya, sangatlah amat berbeda. kakakku Tiara terlahir dengan memiliki tubuh, kulit dan wajah yang sangat rupawan, dilengkapi dengan otak yang brilliyan.

  Adikku Iman dan Rudy pun tidak jauh beda dengan kakakku Tiara mereka bertiga nyaris sempurna sebagai manusia ciptaan Allah, sehingga tak heran jika ayah ibuku teramat sangat sayang dan memanjakan mereka. Mengingat ini, hatiku terasa disayat-sayat. Betapa tidak, aku dan saudaraku bagaikan bumi dan langit. Tubuhku tidak seperti mereka. Kelainan bawaan yang menyertai ku sejak lahir, membuat aku harus puas dengan kakiku yang agak pendek sebelah, sehingga kalau jalan aku seperti orang pincang. Ditambah lagi dengan bentuk wajahku yang kata orang-orang sangar, seperti wajah kakekku. Membuat diriku seperti mahluk planet lain di dalam rumahku sendiri.

  Pastilah karena keadaanku inilah yang membuat seisi rumah, memperlakukan aku seperti ini.

  Seandainya mungkin, lebih baik aku tidak usah dilahirkan dan dibesarkan ayah ibuku, jika hanya untuk diperlakukan seperti ini 😭😭😭. Aku tidak tahu apa salahku. Sehingga aku berbeda dengan kakak dan adik-adikku. Mungkin benar kata orang, bahwa aku anak yang tidak diharapkan ayah ibu. Karena, setelah lahirnya kakakku Tiara, ibuku ingin agar kakakku mendapat kasih sayang minimal empat tahun lamanya. Setelah itu barulah ibu berencana hamil lagi. sayangnya obat-obatan penjarang kehamilan yang dikonsumsi ibuku tidak mampu memenuhi harapannya.

  Baru tiga belas bulan usia Tiara kakakku, ibuku sudah positif hamil tiga bulan, yaitu hamil aku si anak kedua.

  Karena melenceng dari planningnya ibu dan ayahku, maka jalan pintaslah yang mereka ambil, mengkonsumsi berbagai macam obat dan makanan perontok kehamilan ibu. Ya... ayah ibuku ingin melenyapkan aku. Tapi nyatanya aku terlalu kuat untuk dilenyapkan! Sampai akhirnya aku lahir dengan cacat bawaan. Itu kata orang-orang. Aku tidak tahu, apakah hal ini benar atau tidak. Yang aku tahu, di usiaku yang sudah enam belas tahun sekarang ini, akulah robot yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, kecuali memasak. Mulai dari nyuci piring, nyapu, ngepel lantai, setrika, semua aku yang melakukan. sampe-sampe aku sudah diberhentikan dari sekolah, karena sejak SD selalu tinggal kelas.

  Pernah aku sampe pindah sekolah karena diejek teman-temanku, karena menjadi langganan tinggal kelas. Sampe akhirnya ayah ibuku mengambil keputusan, aku tidak usah sekolah lagi. Sebagai anak seperti aku, aku bisa apa! ku tak sanggup melawan perintah orang tua. Ya, aku memang pincang, aku memang tidak cantik, dan aku memang sedikit bego. Tapi yang aku tahu, aku terlahir dari seorang wanita cantik bernama Hj. Nurul Fitrah M.Hi dan seorang bapak bernama Hj. Sunyoto Mahmudin M.H dan bahkan di akta kelahiran dan kartu keluarga orang tuaku, tertulis namaku dan nama orang tuaku ini. Tapi apakah wajar jika nasibku seperti ini? Apakah aku salah terlahir dari orangtua seperti mereka? Apa salahku ya rabb? Aku tak pernah meminta untuk menjadi anak mereka. Tapi kenapa Ya rabb? kenapaaaaaa??? Sejak kecil aku sudah mendapat ketidakadilan ini. Masih pantaskah aku hidup? Dan untuk apa? Untuk melihat lebih banyak lagi ketidakadilan???






Read more...

ARTI SEBUAH NAMA

0 komentar
Ada Tuhan di Banyuwangi, ada Saiton di Palembang, ada Nabi dan Safaat di Pamekasan dan masih banyak lagi nama - nama aneh lainnya. hhhmmm,aku kuatir jangan - jangan besok besok ada lagi bayi lahir dikasih nama Gendoruwo,Wewe Gombel,atau bisa jadi Neraka Jahanam.Ck ck ck,betapa dunia ini semakin edan saja.
     Seorang pujangga besar dunia William Shakespeare (mudah2an gak salah nulis namanya lagi),pernah berkata,apalah artinya sebuah nama. Benarkah demikian? Padahal nama itu sangatlah penting untuk membedakan si fulan dan fulanah,atau si Mona dan si Arief,dst dst Bahkan di akhirat nanti ,kita akan dipanggil satu satu sesuai dengan nama pemberian ortu kita,dan bukan dengan nama samaran atau nama yang dibikin supaya populer.
     Sebagai orangtua kita sepatutnya super hati hati  dalam memberikan nama ke anak kita,kenapa demikian? Karena nama adalah doa.Bahkan di daerahku Gorontalo pada zaman doeloe,jikalau ada seorang anak yang menyandang satu nama,kemudian sakit2an,maka pastilah dianggap bahwa nama yang diberikan padanya, tidak sesuai untuknya dan secara otomatis di gantilah namanya dengan nama yang baru.Dan eh ajaib,kalau memang namanya cocok,anak itu akan segera sehat walafiat lahir batin lho.Dan tidak seorsngpun yang mempersoalkan apakah ini mitos atau fakta.Yang pasti,demikianlah adanya saudara2ku sebangsa dan setanah air,he he,aku seperti reporter bola ya.
        Masih seputran nama,ada juga orangtua yang serakah ngasih nama ke anaknya,misalnya ponaanku ,ibunya kasih dia nama Yunita Kusuma Wardani Sukmawaty Sejunjunghari  Viona.Nah lho,kebayang kan bagaimana repotnya si ponaanku ini nulis namanya sendiri di lembaran ujian sekolah. Teman2nya sudah hampir finish ngerjain soal2 ujian,eeh dia msh bingung gimana caranya supaya nama dia bisa muat di kolom nama peserta ujian
    DUH,sungguh terlalu orangtua kayak gini.Bahkan yang tidak sempat dipikirkan sama si ortunya ini adalah betapa dongkolnya orang yang bertugas pada penulisan ijazah si anak ,dan yang pasti bukan ortu yang ngasih nama yang bakal kena damprat,melainkan si anak kesayangannya.Dan lucunya pas ditaonya,kenapa sih ngasih nama anak segitunya banget? Dengan entengnya si ortu njawab,maklum anakku only one doang,mau  order lagi,bapaknya keburu pindah ke dunia lain,jadi apa boleh buat.
     Persoalan nama memang terkadang bikin pusing.Apalagi dengan gencarnya silaturahim lewat dunia maya, seperti fb.Bisa ada dua ,tiga bahkan lebih nama yang sama bermunculan,walau sejatinya,orangnya berbeda.Dan kejadian ini sempat bikin pasutri berantem hebat lho. Dan asli hanya karena nama.Sehingga nya kita kudu hati2 dalam persoalan nama.Dah gitu aja dulu ye,nanti di sambung lagi .Mohon maaf bila bahasanya campur aduk,maklum masih pemula
Read more...
 
DUNIA FANA © 2017 .
Animated Spinning Kunai - Naruto