Contact Us

Banner 468 x 60px

 

Malam Jahannam

0 komentar
       Aku tidak tahu, tuhan itu ada dimana waktu aku tidak berdaya dalam kebuasan dan kebrutalan laki-laki biadab itu. Aku tidak tahu, kenapa Tuhan membiarkan kejadian menjijikkan itu terjadi padaku. Kenapa Tuhan tidak mau menolongku disaat aku tidak berdaya melawan kebrutalan laki-laki terkutuk itu. Ya... laki-laki terkutuk...jahannam... bejat... laki-laki binatang... laki-laki bejat sedunia akhirat... laki-laki yang selama ini kupanggil ia dengan sebutan Ayah....

          A...Y...A...H... Aku tidak tahu, masih pantaskah laki-laki jalang itu Kusebut Ayah? Setelah kejadian di tengah malam saat hujan deras itu?

            Aku tidak tahu, raja iblis mana yang telah merasuki diri laki-laki separuh baya yang sebagian rambutnya sudah memutih ditelan masa itu. Ya, aku tahu, betapa sulit lahir dan batinku mengingat kejadian itu. Saat-saat yang tidak ingin aku kenang, namun selalu menghantui hari-hariku, bahkan Setelah aku pergi meninggalkan kampungku.

            "Nina... anak-anak mu sudah pada datang. Dengar! Suara mereka sangat ramai"

           "Oya bu... sebentar lagi aku akan kesana"
Dengan segera kubuang jauh-jauh lamunan yang mengiris-ngiris batinku yang paling dalam.

           Sudah sepuluh tahun kejadian pahit itu kualami. Namun rasa perih di hatiku, masih belum juga hilang. Padahal aku sudah pergi jauh dari kampung, untuk bisa melupakannya. Melupakan kejadian itu. Namun pelarianku sia-sia adanya.

            "Mbak Nina... Mbak Nina.. ayo kita bermain"
            "Mbak Nina... ajarin Tati menggambar mbak"
            "Aku duluan"
            "Aku yang duluan"
            "Ah... tidak bisa... aku duluan"
            "Aku duluan sampe disini"
      
          Alhamdulillah rasa perih di hatiku, perlahan menghilang, dengan teriakan anak-anak yang di titipkan orang tua mereka padaku.

             "Ya... ya... semua pasti akan mbak Nina temani. Asalkan semuanya berbaris rapi dulu di tamannya. Ayo kita ke taman.
               "Hore... Asyiik"

           Jumlah kesibukan yang kujalani hampir dua tahun ini. Aku memang melakoni profesi sebagai penjaga anak-anak di Tempat Penitipan Anak yang ku kelola berdua dengan bibiku. Bibiku yang cantik, sabar dan cerdas, namun tidak punya keinginan untuk menikah. Setiap ada Laki-laki yang mendekatinya, dia tolak dengan halus. Bibiku yang pernah mengalami sakitnya dikhianati oleh mahluk yang bernama laki-laki. 

          Hmmmh, laki-laki. Pacar bibiku laki-laki, sama seperti ayah. Dan dua laki-laki ini, nyatanya sama juga dengan kakekku, yang sangat hobi menikah. Laki-laki juga yang membuat nenekku merana, dan membesarkan ibuku sendirian dengan menjadi buruh cuci di rumah tetangga.

            Kehidupanku diliputi kegetiran. Ibuku yang malang, punya ayah yang hobinya kawin. Setelah menikah, mendapat suami bejat, yang kupanggil ayah. Yang membuat aku sampe terlahir ke dunia fana yang merupakan surganya orang-orang kafir dan penjara bagi orang-orangan mukmin.

               Aku tidak tahu, apakah ibu dari ayah menikah karena cinta, ataukah mereka terpaksa harus menikah, karena sudah terlanjur ada aku di perut ibu?

                 Ataukah aku lahir ke dunia ini akibat kelalaian mereka? Kehilangan mereka? Lalu kira-kira dimanakah mereka memproduksi aku? Di tepian sungai, di bawah timbunan pohon jambu? Atau di kebun jagung belakang rumah nenek?

          Nina yang malang... yang lahir karena hasutan iblis kepada sepasang anak manusia. Kasihan kamu Nina

                 "Mbak Nina... Denny mengambil bola aku..."
            "Bohong mbak Nina... Denny gak ngambil kok. Denny minjam, masa minjam gak boleh... Abi pelit... Abi Manyu pelit... Orang pelit disayang setan"

         Capek sekali hari ini, karena Si bandel Denny, sudah masuk lagi ke penitipan anak-anak di tempatku, setelah hampir dua minggu, ayahnya membawa dia ke tempat kerja ayahnya di Kalimantan. Denny... Ya... Denny... anak 3 tahun yang bandelnya minta ampun. Denny yang selalu menggangu anak-anak lainnya. Denny yang sebenarnya cerdas... namun kurang perhatian. Denny yang ibunya meninggal dua tahun silam. Denny yang butuh pelukan hangat seorang ibu.

         Tapi kenapa ayahnya tidak mencari pengganti ibunya Denny ya? Padahal bapak Susanto ayahnya Denny, sosok laki-laki yang ganteng dan cukup ramah, untuk ukuran laki-laki mapan dalam ekonomi, dia cukup baik. Tidak seperti laki-laki mapan lainnya, yang sok jaga imej. Ataukah mungkin dia belum bisa menghilangkan cintanya kepada ibunya Denny Almarhummah? 

           "Nina... Nin... pasti kamu belum tidur kan? Ayo kita duduk di teras, kita lihat bulan... bulannya cantik sekali. Ayo Nin..."

           Kasihan bibi... dia pasti kesepian... kenapa wanita selalu jadi objek penderitaan bagi bangsa laki-laki?

        Tidakkah para lelaki ini tahu, bahwa Rasulullah SAW sangat memuliakan wanita? Bukankah wanita itu adalah tiang negara? Kalau wanitanya hancur, maka hancurlah pula suatu negara?

         Tapi mengapa ini hanya selesai di sekedar slogan belaka? Bukankah nenekku adalah wanita? Ibuku juga wanita, bibiku wanita? Bahkan akupun wanita, dan kami ini, semua adalah korban kebiadaban para lelaki berhati iblis?

         Dan bahkan di luar sana, banyak sekali para wanita yang diperjual-belikan demi pemuas nafsu hewani para lelaki bejat, layaknya barang rongsokan? Wanita-wanita yang jadi tulang punggung keluarganya, merantau sampe ke luar negeri demi keluarganya, namun justru mendapatkan perlakuan yang sangat memilukan. Dipukuli, diperkosa majikan (yang adalah laki-laki juga) Dituduh mencuri, tidak digaji, dikurung, disiksa, bahkan perkosaan yang dilakukan oleh orang-orang yang menyandang predikat guru, pendidik kepada murid-muridnya, ayah kepada anak-anaknya, paman kepada ponakannya, kakak kepada adiknya.

          "Nina... ayolah Nin... sinar bulannya indah sekali.... sayang kalo kamu, tidak keluar kamar. Ayolah Nina..."

            Dan jadilah aku bersama Bibi menikmati bulan. Bulan dengan sinarnya yang indah, namun cahaya bulan... yang sebagian menyorot ke wajah bibi, seolah tersipu malu, karena nyatanya wajah bibiku lebih cantik dari cahaya bulan. Bibiku yang cantik, bibiku yang seorang wanita, yang pernah patah hati, karena ulah laki-laki. Laki-laki seperti kakek, seperti ayah.... hhh... ayah... masih pantas kau laki-laki bejat itu kupanggil ayah?

             Malam ini seperti... masih seperti malam-malam yang lalu, aku masih susah tidur, terbayang terus kejadian tengah malam di saat hujan seakan tercurah dari langit. Disaat ibuku tidak bisa pulang dari rumah nenek, karena sungai yang membatasi sua desa di kampungku meluap. Sehingga itu harus nginap di rumah nenek. Hingga terjadilah kejadian terkutuk itu. Hubungan yang harusnya terlarang terjadi juga. Laki-laki bejat yang darahnya mengalir di tubuhku, merenggut kesucianku, disaat usiaku dua belas tahun. Aku bahkan baru haid satu kali. Saaaakkkit. Sakit sekali hati ini rasanya. Entah dengan apa aku bisa mengobati luka hati, luka jiwa, luka lahir dan batinku ini. Rasanya, rasa sakit ini tidak pernah bisa pupus dimakan waktu.

            "Tolong... Ampun Ayah... Tolong jangan.... Jangan Ayah... Ini aku Ayah... Ini aku... Ayaaaaahhh... Ayah, ini aku Nina ayah.... Bukan Ibu...."

           "Nina.... Nin... Nina bangun, kamu mimpi buruk lagi Nin. Istigfar Nin, Istigfar. Astaghfirullahalaziim. Tolong buka pintunya Nin, ini Bibi"

       Pagi ini cerah sekali, hari ini hari Ahad. Anak-anak asuhanku semua libur. Aku dan bibi bisa sedikit menikmati waktu berdua.

         "Nin... HP-mu bunyi. Mungkin ada orangtua anak yang mau nitip extra anaknya di kita. Lumayan Nin, kita tidak harus berdua saja seperti ini"

          Dengan langkah seribu, kuraih HandPhone-ku.
   
          "Assalamualaikum..."
Haaa.... ibu, ini suara ibu. rasanya sudah berabad-abad lamanya aku kehilangan suara ini. Suara lembut yang diam-diam kurindukan namun juga kurindukan. Namun, pemilik suara ini selalu ku hindari karena aku tak kuasa menatap matanya yang teduh. Aku takut, kalau dia mampu membaca rahasia besar yang selama ini kusimpan sendiri. Kututup rapat-rapat jauh di bawah memori pikiranku.

          "Assalamualaikum Nina, kamu masih disana no'u? Ini ibu Nin, jawab Nin, jangan diam saja. Apa kamu sudah lupa, bahwa menjawab salam hukumnya itu wajib, No'u? Bukankah kamu tahu bahwa salam itu adalah Doa?"

          Air mataku seperti tanggul yang jebol. Tak henti-hentinya berebutan keluar dari mataku. Air mata itu seperti ingin menggenangi tubuhku dan tempatku berdiri saat ini. Ya Allah... Bantulah aku Ya Rabb, kuatkan aku untuk bisa bicara dengan wanita agung, yang suaminya telah menodai diriku. Ya Allah...tolong beri aku kekuatan.

            Kakiku gemetar, tanganku gemetar, bibirku gemetar, akhirnya sekujur tubuhku gemetar.

               Ibu, suara ibu begitu lembut menembus lorong-lorng kegelapan hatiku, membuatku membisu, terpana, diam seribu bahasa... dan merana.

                Susah payah kukumpulkan kepingan-kepingan jiwaku yang terbelah, tercabik, teroris dan lebur.

                "Ya bu, ini Nina"
Hanya itu yang mampu kuucap
                "Walaikumsalam bu"

      Dan bagai mendapat hadiah emas permata yang amat berlimpah, dikala ibu mengatakan, bahwa ayah sudah meninggal terseret sebuah truk pengangkut pasir di pertigaan jalan di kampungku.

            "Alhamdulillahirabbil alamin"
Begitu syahdu dan sukacita, kata itu keluar dari hatiku yang paling dalam, dan terucap pasti dari bibirku.
            "Alhamdulillah..."
Berulang kali kata itu terucap, sampai-sampai ibuku memanggil namaku berulang-ulang, tapi aku sudah tidak mendengarnya lagi. Hanya satu kata yang terus-terusan kuucap dengan sepenuh jiwa ragaku.
            "Alhamdulillah hirabbil alamin"
Kumohon padamu ya Allah, agar masa laluku yang kelam akan segera terkubur bersama jasad laki-laki jahannan biadab itu. Laki-laki yang sayangnya harus ku panggil A...Y...A....H!!!!!!


Catatan:
No'u= Panggilan sayang untuk anak perempuan di Gorontalo

Gorontalo, 16 Agustus 2016

             

0 komentar:

Posting Komentar

 
DUNIA FANA © 2017 .
Animated Spinning Kunai - Naruto