Contact Us

Banner 468 x 60px

 

Kenapa, Ibu ?

1 komentar
       Gerimis yang congkak mematahkan angan mentari untuk bertahta di singgasananya sampai petang. Tis...tis...tis, semakin lama makin banyak. Akhirnya kaki-kaki hujan yang panjang langsing datang mengentak genting, menghentak pepohonan, menghentak tanah yang menjerit dalam diam. Tak kuasa menolak hentakan dan hempasan kaki-kaki hujan yang terus menjuntai menghentak tanpa ampun.
          Hujan terus turun, makin lebat, seakan langit bocor, terus menumpahkan isinya... untuk menyapu debu yang menempel riang di dedaunan, di jendela, di kaca mobil yang berseliweran tanpa putus, membawa siapa saja dan kemana saja. Juga menempel di rambutku.
         Kubiarkan saja hujan lebat mengusir milyaran debu di rambutku, tubuhku, bajuku, wajahku dan hatiku. Ya.... debu pun ada di hatiku, membuat jelaga di sukmaku. Ku tak berusaha berteduh, biarkan saja, hujan ini membasahi apapun di diriku. Kaki-kakinya yang panjang makin lama serasa menerjang kepalaku, hidungku, wajahku, sakit... tapi biarlah. Sakitnya bukan apa-apa dibanding sakit dalam jiwaku. Ku langkahkan kakiku berasa berat, berasa dibebani berjuta-juta bongkahan batu, tapi biarlah... langkahku sekarang terseok... letih... tapi biarlah, biar kaki ini melangkah.
          Tetesan hujan menghalangi pandanganku, kupaksa kakiku terus menerobos jalanan menuju desaku. Orang-orang satu dua mulai memandangku entah apa yang ada di pikiran mereka. Aku tak perduli. Lama-lama bukan hanya dua, tiga orang yang melihatku... tapi mulai banyak. Ada pula yang berbisik, I Don't Care. Kakiku terus melangkah, ingin berlari, aku ingin ketemu ayah... ada sejuta tanya yang harus dijawab harus... harus dia jawab. Dari jauh mulai nampak kerumunan orang, di jalanan, dan arahnya sama seperti aku, menuju rumahku. Aku ingin berlari sekuat tenagaku, tapi apa dayaku.... jangankan berlari berjalan pun rasanya aku tak lagi sanggup. Aku ingin cepat-cepat mencarinya, menemui ayahku. Jutaan tanya bergolak di pikiranku, ayah... kenapa? Mengapa ayah...? Kenapa kau tega..? Jawab ayah... jawab...jawab aku ayah... kenapa kau lakukan itu?
         Tanpa sadar, berulangkali kalimat-kalimat itu berhamburan dari bibirku, namun tanya itu tidak juga sampai ke ayah, lenyap ditepis hujan yang terus...terus turun.
        Kerumunan orang yang nampak di kejauhan kini mulai lebih dekat, semakin dekat, lebih dekat, dan kerumunan itu menjadi satu titik, hitam...pekat, gelap... aku tak bisa melihat apapun, Dan tak ingat apapun.

       Entah bagaimana caranya , dan entah berapa lama aku terdampar dalam gelap yang menghimpit. Ketika kubuka mata, ada ayah, seno kakakku... dan ada banyak orang yang mengelilingi ku. Aku tak tahu sudah berapa lama keadaan ini. 
        Susah payah kupandang ayah, aku ingin bertanya, namun suaraku hanya sampai di kerongkongan, ku tak mampu berkata-kata. Mana, kemana jutaan tanya yang ingin kuteriakkan pada ayah, hilang... kenapa hilang? Hilang kemana?
          Susah payah kutatap wajah ayah yang diam disamping tempat tidurku, wajahnya, matanya, kenapa tampak ada tangis di mata itu. Kenapa, bukankah ini yang dia inginkan? Lalu kenapa mata itu bersedih.
          Ibu...tiba-tiba aku ingat ibu, kuhempaskan tangan-tangan yang memegangi kakiku, yang memijat tanganku.

          Ibuuu....sekelebat saja aku sudah bersimpuh di samping jasad ibu yang ada di ruang tengah. Tubuhnya dingin, matanya sedikit terbuka, mungkin dia ingin melihat aku untuk terakhir kalinya. Ah ibu, kenapa engkau harus pergi dengan cara ini? Seandainya ayah tak ingin ibu ada di sisinya lagi, bukankah masih ada aku dan Kak Seno. Kenapa Ibu???
         Aku tahu ibu sangat mencintai ayah, dan tidak rela ayah menikah lagi, namun, bukan berarti ibu harus pergi dengan cara ini Ibu. Kenapa bu... kenapa ibu harus menceburkan diri ibu ke sumur tua di ladang kita, kenapa bu?
           Jika ayah ingin pergi dari ibu, relakan bu, masih ada aku dan kak Seno, aku rela berhenti sekolah bu, aku akan menjaga ibu, selalu bersama ibu. Sungguh... tapi kenapa ibu tidak menungguku pulang, dan bicara padaku? Aku takut bu, kalau Allah SWT tidak akan mengampuni kesalahan dan dosa ibu, aku takut bu, kenapa ibu ambil hak Allah, dengan merenggut nyawa ibu sendiri, bu.... aku takut. Aku takut Allah murka dengan keputusanmu ini, bu... aku harus apa... harus apa bu...
          Apakah Allah akan mau menerima doa-doaku,  dan mau mengampuni Ibu? Tolong jawab aku ibu... Ya Allah... Ibu tidak mungkin menjawab pertanyaanku.
         Namun kau yang Maha Mendengar, tolong.... dengarkanlah doaku, engkau yang Maha Melihat, tolong lihatlah cucuran air mataku, Ya Allah... tolong ampunilah segala dosa ibuku, dia khilaf Ya Allah. Ibuku telah bertahun-tahun lamanya memendam rasa sakit di jiwanya ya Allah. Cinta tulus dan pengabdian seorang istri pada suaminya, dibalas penghianatan berkepanjangan oleh suaminya yang sayangnya adalah ayahku.
       Mengapa wanita sebaik ibuku kau berikan pasangan hidup sebejat ayahku, Ya Allah... kenapa tidak kau pilihkan dia laki-laki sebaik dan sesantun kak Seni kakakku? Ya Allah... kau Maha Tahu Segalanya, aku mohon, tolong, tolong ampunilah kekhilafan ibuku, tolong jangan azab dia dengan Azab-Mu yang amat pedih, karena semasa hidupnya, dia selalu sujud pada-Mu... tolong.... tolong aku Ya Allah... ampuni ibuku, tolong aku Ya Allah... ampuni ibuku, tolong ampuni ibuku, tolong aku Ya Allah, tolonglah ampuni dosa-dosa ibuku, kabulkan doaku Ya Allah, aaaminn...


Gorontalo, Senin 21 Agustus 2017
03:49 Pagi

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Merkur 34C Merkur 34C Review: What is it and How to get
The Merkur febcasino 34C is a great 메리트 카지노 주소 introduction for 1xbet korean experienced wet shavers, thanks to its unique head-mounted display, comfortable and balanced head-on

Posting Komentar

 
DUNIA FANA © 2017 .
Animated Spinning Kunai - Naruto